Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan derivatif mengenai kewajiban pembelian kembali saham bagi emiten yang terancam delisting. Hingga saat ini, terdapat 50 emiten yang terancam delisting.

Merujuk pada Peraturan OJK nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Sektor Pasar Modal, perusahaan publik yang berubah status menjadi perusahaan swasta wajib membeli kembali apa yang dimilikinya dari masyarakat.

Setelah dilakukan pembelian kembali, jumlah pemegang saham kurang dari 50 saham atau jumlah lain yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.

Direktur Eksekutif Pengawasan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Pertukaran Karbon OJK Inarno Djajadi menyatakan, ada beberapa kendala yang menyulitkan proses pembelian saham emiten yang terancam delisting.

“Kalau yang dibeli bukan hanya dananya, mungkin karena tidak ditemukan investornya, atau yang kita sebut aset yang tidak diklaim,” kata Inarno saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/7/2024).

Menurut dia, selalu ada aset-aset perusahaan yang terancam delisting yang terbengkalai atau tidak diambil alih, sehingga saat ini OJK tengah menyiapkan aturan derivatif atas kewajiban pembelian kembali saham emiten yang terancam delisting.

“Aset yang tidak diklaim selalu ada. Jadi, misalnya suatu perusahaan harus delisting, lalu dicari pemegang saham mayoritas, pasti ada. Ini yang sedang kita siapkan [peraturan derivatif],” ujarnya.

Merujuk pada Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat 50 emiten yang berpotensi delisting per 30 Juni 2024. Sebut saja PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) dan PT Hanson Internasional Tbk. (MYRX) milik Benny Tjokro. 

BEI menyebutkan seluruh 50 emiten tersebut telah disuspensi selama lebih dari 6 bulan. Sedangkan menurut aturan, penangguhan tindakan hanya mempunyai masa berlaku paling lama 24 bulan. 

Sementara BEI menerbitkan dan menerapkan peraturan baru yaitu Peraturan Nomor I-N tentang Delisting (delisting) dan Relisting (new listing). 

Aturan tersebut tidak lagi mengatur kewajiban pembelian dan penetapan harga pembelian saham bagi emiten yang akan menjadi perusahaan tertutup (delisting), terutama yang secara sukarela mengeluarkan diri dari pencatatan.

Aturan tersebut merupakan bentuk harmonisasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3 Tahun 2021 yang mengatur tentang mekanisme delisting, termasuk penetapan harga buyback.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel