Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan nilai pembayaran tagihan simpanan nasabah 11 bank pailit antara 1 Januari 2024 hingga 30 April 2024.

Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner Program Penyimpanan LPS, mengatakan hingga 8 Mei 2024, LPS telah membayar klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar dari lebih dari 48.000 rekening nasabah yang dilikuidasi.

“Pembayaran dilakukan kepada nasabah 11 Bank Ekonomi Rakyat (BPR) yang dihentikan oleh LPS mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 30 April 2024 terkait tagihan simpanan nasabah,” kata LPS dalam keterangannya, Senin (13). /05/2024). ).

Didik memberikan kemampuan finansial LPS untuk memenuhi kebutuhan simpanan nasabah BPR tertutup. Menurut dia, dana LPS senilai Rp 225 miliar pada akhir kuartal I 2024.

Indikator ini diperkirakan akan terus tumbuh hingga akhir tahun ini. Sebagai informasi, sumber pendanaan LPS antara lain modal awal pemerintah sebesar Rp 4 triliun, iuran anggota yang dibayarkan saat bank ikut serta, biaya penjaminan yang dibayarkan bank sebesar 0,1% dari dana pihak ketiga (DPK) secara berkala. setengah tahun, dan investasi. kembali.

Pada saat yang sama, LPS memiliki dua inovasi dalam bekerja sama dengan bank gagal. Capaian pertama adalah percepatan proses pembayaran klaim kepada bank yang dicabut izin usahanya.

“Tim LPS bertindak cepat untuk memberikan ketenangan kepada masyarakat khususnya nasabah terminasi BPR, dimana rata-rata pembayaran klaim mulai dilakukan 5 hari kerja setelah izin perbankan bank tersebut diterbitkan oleh OJK,” kata Didik.

Berdasarkan data LPS, rata-rata waktu pemrosesan klaim menunjukkan tren perbaikan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun-tahun sebelumnya waktu penyelesaian klaim adalah 9 – 14 hari kerja, namun kini menjadi lebih cepat hingga 5 hari kerja.

Selain keberhasilan dalam mempercepat pembayaran klaim simpanan nasabah, keberhasilan lain yang dilakukan LPS adalah intervensi dini dalam bekerja sama dengan pihak bank.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS bisa terus berhubungan dengan perbankan hingga kondisi bank semakin parah.

Dengan undang-undang tersebut, LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar sebagai kotak pembayaran dan pengurang kerugian, namun sudah menjadi fungsi pengurangan risiko, dimana otoritas LPS dilengkapi dengan fungsi pengawasan dan intervensi dini.

Didik juga mengatakan, LPS kini memiliki cara berbeda dalam menghadapi perbankan sebelum izin usahanya dicabut dan dihentikan. Opsi ini misalnya menjual bank atau asetnya kepada investor yang berminat.

Hal ini misalnya dilakukan pada pelaksanaan banyak BPR yang dikelola LPS atau berstatus Bank Under Resolusi (BDR) dengan mengadakan pertemuan investor untuk menyerahkan aset bank.

“Perubahan ini memberikan tantangan bagi kita untuk meningkatkan kekuatan pegawai LPS yang memiliki skill sales dalam hal penjualan bank atau aset bank. Tentu saja ini akan kita lakukan dengan fokus pada pengelolaan yang baik,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel