Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan perpajakan sektor pertambangan turun signifikan hingga 63,8% secara tahunan.

Sementara pada periode yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan pajak dari sektor ini masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 62,8%.

“Yang kami prediksi di industri pertambangan kontraksinya akan sangat dalam, seperti lonjakan tajam di tahun 2022 dan 2023, sekarang koreksinya sangat tajam secara gross -48,6%, bahkan secara netto 63,8%.” – katanya pada konferensi pers APBN. Kami, Senin (27/5/2024).

Penurunan yang lebih dalam pada sektor ini disebabkan oleh penurunan pajak penghasilan badan tahunan akibat turunnya harga komoditas pada tahun 2023 dan perubahan status izin usaha wajib pajak batubara, serta kenaikan kompensasi.

Selain sektor pertambangan, penurunan realisasi penerimaan pajak juga terjadi pada sektor industri pengolahan sebesar 13,8% per tahun.

Penurunan penerimaan pajak sektor manufaktur didorong oleh penurunan pajak penghasilan badan tahunan dan peningkatan imbal hasil, khususnya pada subsektor kelapa sawit, logam, dan pupuk.

“Sektor manufaktur yang memberikan kontribusi terbesar (26%) menunjukkan pertumbuhan negatif, baik neto maupun bruto. Ini tentu menjadi perhatian kita,” jelas Sri Mulyani.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan sektor perdagangan yang juga menyumbang besar terhadap penerimaan pajak (23,4%) mencatatkan pertumbuhan positif meski kurang dari 1%.

Sementara itu, sektor jasa keuangan dan asuransi mencatat pertumbuhan yang kuat sebesar 15,1%, serta sektor konstruksi dan real estate yang tumbuh sebesar 8,8%.

Sri Mulyani mengatakan, perkembangan sektor-sektor tersebut seiring dengan bangkitnya aktivisme sosial.

Secara total, pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2024 mencapai Rp624,2 triliun, turun 9,3% year-on-year.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.