Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) meminta pemerintah memberikan level playing field bagi Starlink milik Elon Musk. Tanda tidak adanya kesetaraan dalam persaingan ini dapat ditelusuri dari beberapa hal. 

Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O. Basir mengatakan, beban regulasi yang dihadapi perusahaan telekomunikasi saat ini cukup berat. 

Data dari GSMA, yang mencakup kepentingan operator telekomunikasi di seluruh dunia, melaporkan bahwa rasio biaya spektrum tahunan terhadap pendapatan seluler di Indonesia adalah 12,2 persen, dibandingkan dengan 8,7 persen di kawasan Asia Pasifik dan global. % dan 7% masing-masing.

GSMA memperkirakan rasio ini akan meningkat menjadi 20% pada tahun 2030 sehingga mempengaruhi keberlanjutan bisnis operator seluler. 

Perusahaan telekomunikasi Indonesia mempunyai tugas melaksanakan beberapa peraturan dalam melaksanakan tata kelola, komitmen dan berbagai kewajiban dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi kepada masyarakat. 

Undang-undang telekomunikasi mengharuskan operator membangun jaringan di wilayah yang kurang menguntungkan.

Operator diharuskan untuk mempertahankan standar layanan minimum, yang memerlukan investasi berkelanjutan dalam pengembangan kapasitas. Apabila mutu pelayanan tidak memenuhi standar, maka ada sanksi dari otoritas pengawas.

Perusahaan telekomunikasi bertanggung jawab memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), yang berdampak pada pembukaan lapangan kerja dan berdampak ganda pada berbagai industri. Starlink, sementara itu, dioperasikan sepenuhnya di luar negeri.

Tidak hanya itu, mereka juga harus mempersiapkan layanan purna jual dengan membangun layanan pelanggan, kantor dan lain sebagainya, sebagai tempat pengaduan jika pelanggan menemui masalah.  

Sedangkan untuk Starlink, layanan purna jual dan tanggung jawab lainnya masih belum diketahui.

“Ini adalah sebuah kekhawatiran. Secara keseluruhan, kami berharap regulator akan menerapkan hal yang sama… Seandainya tadi kami katakan tidak ada karpet merah, satu karpet untuk semua. Begitu juga pasarnya. Pemasaran berarti pemasaran internet. “Teknologinya berbeda,” kata Marwan, Jumat (31/05/2024).

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Sigit Jatiputro mengatakan perusahaan satelit wajib membayar hak penggunaan frekuensi (BHP) kepada pemerintah. Peraturan terkini mengenai frekuensi satelit BHP baik OSG maupun NGSO tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.

Dalam aturan tersebut, BHP satelit dihitung berdasarkan lebar frekuensi uplink dan downlink dikalikan jumlah satelit. Jumlah satelit GEO sama untuk semua layanan, jadi penggandanya adalah satu. Sedangkan satelit LEO milik Elon Musk memiliki ratusan satelit. Namun kekhasannya adalah jumlah penggandanya hanya satu. 

“Saya tidak tahu apa dasarnya, satelit LEO itu banyak sekali, ratusan atau ribuan, sehingga tetap dihitung sebagai satelit. “Kalaupun bisa ditingkatkan kapasitasnya, aturannya akan keluar pada November 2023, sedangkan di GEO tidak bisa ditingkatkan,” kata Sigitt. 

Sigit mengatakan, pemerintah perlu lebih mematangkan aturan tersebut dengan mempertimbangkan basis perhitungan masing-masing satelit, masing-masing produksi atau kapasitas. 

Menurut dia, dengan penarikan BHP dari satu satelit LEO, negara akan kehilangan potensi pendapatan. 

“Menurut saya, jika dihitung dengan cara lama, pendapatan pemerintah dari SpaceX terlalu tinggi. Ketika Anda mengubahnya sedikit, itu menyusut banyak. Saya tidak tahu kenapa?” kata Sigit. 

Perbedaan lainnya dari sisi regulasi, menurut Sigit, adalah pembatasan zonasi. Sebelumnya zonasi hanya sebatas base transceiver station atau backhaul (BTS), sehingga hal ini tidak menjadi dilema.

Namun, pada pertengahan tahun ini, syarat hak atas tanah berubah menjadi tidak terbatas. 

“Jadi Starlink bisa seperti internet retail. Semuanya bisa dilakukan. Kapan perubahan itu terjadi? Dan apakah ada perubahan dalam hal itu? Kami di asosiasi tidak tahu. “Harus ada sosialisasi mengenai pendaratan baru tersebut,” kata Sigit.  Persaingan dalam bisnis

Komisi Pengawas Persaingan Industri (KPPU) memastikan akan memantau praktik bisnis internet yang dijalankan satelit Starlink Low Earth Orbit milik Elon Musk selama beroperasi di Indonesia.

Anggota KPPU Hillman Pujana mengatakan, pengawasan akan berlaku bagi setiap pelaku telekomunikasi, termasuk pelaku eksisting.

“Di KPPU pasti kami monitor, tapi tidak hanya Starlink, kami juga memantau seluruh pelaku usaha di bidang telekomunikasi,” kata Hillman saat ditemui di gedung KPPU Jakarta, Rabu (29/05/2024).

Hillman mengatakan aturan persaingan dan perilaku para pelaku telekomunikasi dalam menjalankan bisnisnya harus diatur bersama agar para pelaku telekomunikasi yang ada tetap dapat beroperasi.

“Tentunya kami ingin yang sudah ada tetap beroperasi, dan yang baru tetap punya akses untuk menyampaikan layanan atau produknya kepada masyarakat,” ujarnya.

Tim hukum Starlink Indonesia, Krishna Vesa mengatakan Starlink Indonesia telah memiliki dokumen badan hukum dan izin yang lengkap serta memenuhi peraturan yang berlaku di Indonesia. 

“Semuanya dilakukan sesuai aturan yang berlaku,” jelasnya.

Tim kuasa hukum Starlink Indonesia Verri Iskandar mengatakan, pihaknya hanya akan menangani promosi dengan batas waktu 10 Juni 2024.

Veri mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memberikan layanan internet terbaik dan tercepat kepada konsumen Indonesia

Ditegaskannya, Starlink Indonesia siap bekerja sama dengan pihak mana pun untuk meningkatkan efisiensi dan layanan pelanggan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel