Bisnis.com, Jakarta – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) saat ini kewalahan menghadapi manajemen industri yang masih kisruh soal izin lahan. Salah satu keluhannya adalah perusahaan pabrik kelapa sawit di kawasan hutan dikenakan denda besar. 

Berdasarkan catatan GAPKI, sejauh ini 3,4 juta hektar lahan sawit merupakan bagian dari kawasan hutan. Pasal 110a dan 110b Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) mengatur mengenai sanksi administratif dan penerbitan izin usaha. 

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan denda yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan peternakan kecil terlalu tinggi dan berpotensi menurunkan produksi minyak sawit mentah (CPO) hingga penutupan perusahaan. 

Sedangkan perusahaan yang tercakup dalam Pasal 110A dilindungi kewajiban pembayaran PSDH-DR denda administrasi Rp 1 hingga 6,5 ​​juta per hektar, Pasal 110 untuk PBNP Rp 96 juta per hektar. 

“Bagi mereka yang termasuk dalam kategori 110B, [denda] sekitar $96 juta per hektar, yang merupakan angka yang sangat tinggi, dan menunjukkan bahwa 3,4 juta hektar termasuk dalam 110B, termasuk perkebunan kelapa sawit rakyat,” kata Eddy dalam pernyataan publik. Ombudsman RI, Senin (27 Mei 2024). 

Selain penalti, perusahaan Kategori 110B hanya dapat menyelesaikan sisa siklus penanaman. Kemudian, sebelum lahan tersebut dikembalikan kepada pemerintah, mereka harus melakukan rehabilitasi dengan menanam tanaman hutan. 

Penerapan sanksi tersebut dapat menurunkan produksi hingga 7,2 juta ton. Akibatnya, ED memperkirakan tujuan peningkatan produksi, permintaan domestik dan ekspor serta pemenuhan program bioenergi di Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai.

“Penurunan produksi ini sebagian besar disebabkan oleh rata-rata produktivitas kita masih 3 ton minyak per hektar, artinya akan turun sekitar 7,2 juta ton,” ujarnya.

Untuk itu, Gapki meminta agar denda PBNP diterapkan hanya pada kebun yang tidak memiliki izin yang tercantum dalam UUCK dan didasarkan pada kesesuaian lokasi izin dengan lokasinya. 

Di sisi lain, Ketua Pusat Penelitian Kelapa Sawit IPB, Budi Mulyanot mengatakan, tidak hanya penurunan produksi kelapa sawit, kebijakan pengembangan kelapa sawit di kawasan hutan juga menimbulkan keraguan terhadap kepastian hukum bagi investor. 

Bahkan, kata Budi, lapangan kerja dan perekonomian Indonesia berisiko menyusut. “Menjatuhkan denda yang sangat tinggi bukanlah hal yang biasa, berpotensi menghentikan usaha dan menimbulkan citra investasi yang buruk bagi Indonesia,” ujarnya.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan The Watch Channel