Bisnis.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar AS dan kembali ke level Rp 16.000 pada perdagangan hari ini, Selasa (21/5/2024). Sebagian besar mata uang Asia lainnya juga masih lesu, sementara dolar AS menguat pagi ini.

Rupiah melemah 0,37% atau 59,5 poin dibuka pada Rp 16.037 per dolar AS, berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09:05 WIB. Sementara Indeks Mata Uang Paman Sam terlihat menguat 0,08% ke 104,64.

Beberapa mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS pagi ini. Misalnya Jepang melemah 0,15%, dolar Singapura melemah 0,09%, yuan Tiongkok melemah 0,08%, dolar Hong Kong melemah 0,02%, dan dolar Taiwan melemah 0,18%.

Selanjutnya, won Korea juga melemah 0,80%, peso Filipina melemah 0,48%, ringgit Malaysia melemah 0,18%, dan baht Thailand menguat 0,37%. Saat ini, Rupee India menguat terhadap Dolar Amerika Serikat.

Direktur Laba Forexindo Futures Ibrahim Asuabi memproyeksikan pada perdagangan hari ini, Selasa (21/5/2024), rupiah akan bergejolak namun melemah pada kisaran Rp 15.960-Rp 16.030 per dolar AS.

Data minggu lalu menunjukkan penurunan harga konsumen AS pada bulan April, menyebabkan pasar memperkirakan penurunan 50 basis poin (bps) tahun ini, atau setidaknya dua penurunan suku bunga, namun berbagai pejabat Fed memberikan peringatan kapan suku bunga bisa turun.

“Oleh karena itu, para pedagang bertaruh pada pelonggaran sebesar 46bps tahun ini, dan hanya satu kali penurunan suku bunga di bulan November yang sudah diperhitungkan sepenuhnya,” ujarnya dalam riset harian.

Ibrahim menambahkan, fokusnya kini tertuju pada laporan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), ukuran inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis pada 31 Mei.

Pasar juga akan fokus pada risalah rapat terakhir The Fed yang dijadwalkan pada Rabu (22/5). PMI pendahuluan untuk Zona Euro, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat juga akan dirilis minggu ini, bersama dengan daftar lengkap pembicara The Fed.

Di sisi lain, para ekonom memperkirakan defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia akan melebar pada kuartal I-2024. Situasi ini mungkin sejalan dengan menyusutnya surplus neraca perdagangan.

Neraca berjalan Indonesia akan mencatat defisit -0,40% PDB pada triwulan I tahun 2024, sebelum mengalami surplus sebesar 0,90% PDB pada triwulan I tahun 2023.

Hal ini juga menunjukkan defisit sebesar -0,38% PDB pada triwulan IV 2023. Melebarnya defisit transaksi berjalan sebagian besar dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan yang menurun dari US$12,11 miliar pada Januari-Maret 2023 menjadi US$7,41 miliar pada Januari-Maret 2024. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel