Bisnis.com, Jakarta – Mulai tahun 2025, pemerintah akan menerapkan tarif PPN sebesar 12%. Apalagi kontribusi BPJS kesehatan akan meningkat seiring dengan meningkatnya belanja pemerintah hingga PPh final UMKM dan akan kembali normal. tahun depan
Dunia usaha mengumpulkan setidaknya 10 tagihan yang akan naik atau naik pada tahun 2025. Artinya masyarakat harus siap membayar berbagai kewajiban tersebut dalam waktu dua bulan.
Ekonom Center for Reform on Economic (CoR) Yusuf Randi Manilet menilai kenaikan tarif yang besar pada tahun 2025 tidak tepat dari segi waktunya.
Seperti dikutip Selasa (19/11/2024), “Saya melihat daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, sementara inflasi dan biaya hidup terus meningkat,” ujarnya.
Setidaknya 10 tambahan ‘beban’ mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), BPJS Kesehatan, Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahasiswa, dan cukai kemungkinan akan meningkat pada tahun depan.
Pemerintah juga membahas kewajiban pihak ketiga (TPL) untuk asuransi wajib kendaraan bermotor, pajak penghasilan final (PPH) untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), subsidi berbasis penduduk (KRL) untuk kereta listrik (NIK), pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) 2025, Pembatasan subsidi pupuk, dana pensiun wajib.
Menurut Yusuf, beban besar ini kemungkinan besar akan menurunkan populasi kelas menengah. Konsumsi masyarakat akan terfokus pada kebutuhan pokok dan tidak belanja pada kebutuhan sekunder bahkan tersier.
“Saya khawatir situasi ini akan mendorong penurunan kelas sosial. Ketika berbagai tingkat naik dan pendapatan masyarakat pada umumnya stagnan, banyak keluarga kelas menengah yang terpaksa menurunkan taraf hidup mereka,” ujarnya.
Yusuf menegaskan, hal ini harus diantisipasi oleh pemerintah dengan mendorong masyarakat tersebut untuk berpartisipasi dalam lapangan kerja formal yang akan membuka lebih banyak peluang untuk meningkatkan kesejahteraan.
Sebab, penggerak utama pertumbuhan ekonomi adalah kelas menengah. Sementara itu, pemerintah memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 8% atau 3% lebih tinggi pada kuartal ketiga tahun 2024.
Terlebih lagi, kelas menengah merupakan kelas sosial karena mereka tidak cukup miskin untuk menerima bantuan pemerintah dan tidak cukup kaya untuk membelanjakan lebih banyak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2019 sebanyak 57,33 juta jiwa. Sedangkan akan menurun dari 9,48 juta orang menjadi 47,86 juta orang pada tahun 2024.
Pada periode yang sama, penurunan jumlah kelas menengah meningkat dari 128,85 juta orang menjadi 137,5 juta orang pada kelompok calon kelas menengah atau middle class.
Jumlah penduduk yang terpapar kemiskinan meningkat dari 54,97 juta orang (2019) menjadi 67,69 juta orang pada tahun 2024.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel