Bisnis.com, JAKARTA – Pusat Pengembangan Ekonomi dan Keuangan alias Indef memperkirakan industri pengolahan atau manufaktur perlu tumbuh pada laju 8,5%-9% per tahun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% hingga tahun 2045.

Sebagai informasi, target yang dipatok Presiden Prabowo Subianto adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Untuk mencapai target tersebut, Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menilai pemerintahan Prabowo harus memberikan perhatian khusus pada sektor manufaktur.

“Karena industri pengolahan merupakan penyumbang PDB [produk domestik bruto] terbesar dan pertumbuhan ekonomi seringkali bergantung pada pertumbuhan industri,” jelas Ahmad dalam wawancara publik secara online, Senin (18/11/2024).

Secara historis, lanjutnya, ketika sektor manufaktur tumbuh, maka perekonomian secara keseluruhan juga tumbuh. Sebaliknya, jika pertumbuhan sektor manufaktur melambat maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan juga akan melambat.

Ahmad menjelaskan, Indef menghitung jika pertumbuhan sektor manufaktur mencapai 8,5%-9% per tahun, maka kontribusinya terhadap PDB atas dasar harga normal (ADHK) akan mencapai kurang dari Rp 16.000 triliun pada tahun 2045.

“Kontribusinya mencapai 30% terhadap PDB. Ini agak sulit sehingga usahanya harus banyak berkembang,” jelasnya.

Sebagai perbandingan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan sektor industri pengolahan ‘hanya 4,24% pada Triwulan III/2024. Secara struktural, sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 19,02% terhadap PDB pada tingkat saat ini.

Sementara kontribusi sektor manufaktur hanya mencapai Rp242 triliun terhadap PDB ADHK pada Triwulan III/2024.

Oleh karena itu, Ahmad menekankan pentingnya industri pengolahan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Ia mencontohkan dari sisi pembiayaan, jika likuiditas masih diperlukan maka diperlukan investasi di dunia usaha.

Kemudian, lanjutnya, perlu terus dilakukan pembenahan infrastruktur agar biaya logistik dan sejenisnya bisa ditekan. Jangan lupa, faktor akses pasar dan inovasi harus diaktifkan dan didukung oleh pemerintah.

Intinya kalau kita ingin membangun perekonomian yang produktif dan berdaya saing, kita harus memulainya dengan cara kita menatanya dari atas hingga bawah agar kerangkanya kuat, kata Ahmad.

Sejalan dengan itu, Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto mengingatkan, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bahkan lebih beberapa kali lipat pada masa Orde Baru. Oleh karena itu, tujuan pemerintahan Prabowo tidak mungkin tercapai.

Menurut dia, rezim Orde Baru bisa mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% karena ditopang tingginya pertumbuhan sektor manufaktur. Oleh karena itu, ditegaskannya, jika industri pengolahan tidak bangkit maka akan sangat sulit mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

“Faktor utamanya ada di dunia usaha. Kalau tumbuh 8% berarti bisnis kita tumbuh dua digit, tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi bahkan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi,” kata Eko bersamaan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel