Bisnis.com, Jakarta – Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto atau PDB “hanya” mencapai 9,48% pada Q3/2024. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu dan target yang dipatok RP.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 16.463,7 triliun pada kuartal III 2024 atau Januari-September 2024.
Sedangkan menurut Buku Kementerian Keuangan (KMENKEU), penerimaan pajak mencapai Rp 1.561,52 miliar. Rinciannya, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.354,82 triliun, dan penerimaan bea dan cukai mencapai Rp206,7 triliun.
Jika penerimaan pajak dibagi PDB, diperoleh tarif pajak (dalam arti luas) triwulan III/2024 yaitu 9,48%. Apalagi jika pendapatan kepabeanan dan cukai (tax rasio dalam arti sempit) tidak diikutsertakan, angkanya akan lebih rendah, yakni hanya 8,22%.
Jumlah tersebut menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu: rasio pajak/PDB mencapai 10,15% pada Q3/2023. Saat itu, penerimaan pajak sebesar Rp1.583,34 triliun; Sedangkan PDB mencapai Rp15.594,4 triliun.
Persoalannya, secara historis, kinerja kuartal ketiga setiap tahun seringkali tidak jauh berbeda dengan kinerja akhir tahun. Tahun lalu misalnya: rasio pajak/PDB pada triwulan III/2023 (10,15%) tidak jauh berbeda dengan pencapaian akhir tahun (10,31%).
Artinya, tarif pajak yang dicapai pada tahun 2024 tidak akan terlalu jauh dari level 9,48% – tarif pajak yang dicapai pada triwulan III/2024.
Lebih lanjut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menargetkan rasio pajak/PDB sebesar 10,7%-12,3% pada tahun ini.
FYI, sejak pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), rasio pajak terhadap PDB selalu berada di bawah 11%. Pada 2014-2023, rasio pajak/PDB hanya berkisar 8,33%-10,85%.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subanto sadar betul akan “kutukan tarif pajak 10%” di era Jokowi. Lebih lanjut, dalam Dokumen Visi dan Misi Asta Cita Prabowo-Gibran, pemerintah ingin meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap PDB menjadi 23%.
Untuk itu, Prabowo mengumumkan akan memperluas basis pajak agar tarif pajak Indonesia meningkat menjadi 16% PDB.
Dia mengatakan tarif pajak Indonesia saat ini hanya 10 persen PDB. Menurut dia, jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
“Tarif pajak Indonesia bisa sangat bagus, saat ini tarif pajak Indonesia sekitar 10%, tapi tetangga kita Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja sekitar 16-18%, masih ada ruang untuk perbaikan,” kata Prabowo di Mandiri Investment Forum ( .MIF) acara 2024 pada Selasa (5/3/2024).
Upaya pemerintah
Sebelumnya, Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, telah menerima kebutuhan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dalam beberapa hari mendatang. Oleh karena itu, Suryo mengatakan pihaknya akan terus melakukan ekspansi dan konsolidasi serta mencari sumber pendapatan baru.
“Itu yang kita lakukan sekarang, kita perluas basisnya, cari sumber pendapatan baru,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2024).
Lebih lanjut, lanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan pengawasan terhadap wajib pajak dan penegakan hukum perpajakan. Ia mengatakan, setelah diterapkannya sistem dasar perpajakan, pekerjaan Direktorat Jenderal Pajak akan menjadi lebih mudah.
Menurutnya, data dan informasi yang dibutuhkan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sistem keuangan dasar akan mudah didapat.
“Jadi yang kami lakukan dan akan terus kembangkan adalah bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang memang dibutuhkan,” jelas Suryo.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel