Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Wakilnya Anggit Abimanyu menjaga potensi penerimaan pajak dari sektor-sektor yang tidak diakui fiskus dan mendistorsi perekonomian atau shadow economy.
Seperti yang beberapa kali disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi
Sri Mulyani mengatakan, seharusnya Wakil Menteri Keuangan era Prabowo yang menangani hal tersebut.
“Saya tanya ke Pak Anggit, sebenarnya dia masuk dalam kapal Kementerian Keuangan, sesuai niat Pak Prabow saat itu, dia minta “partai besar keuangan” ini yang dianggap tidak mampu ditangkap karena sifatnya. ilegal, informal, underground, shadowy, apa pun sebutannya “abu-abu,” ujarnya, Rabu (13/11/2024).
Bendahara Negara mengatakan, pihaknya kini tengah mengambil langkah untuk menjaring kegiatan ekonomi yang berada di luar kendali Badan Administrasi Umum Pajak (Ditjen Pajak).
Sebagai referensi, shadow economy merupakan perekonomian “bawah tanah” yang tidak diakui pemerintah dan mendistorsi proses pertumbuhan ekonomi atau produk nasional (PDB).
Akibatnya, ratusan triliun pendapatan masyarakat yang tidak terdeteksi radar juga hilang ke kas pemerintah karena mereka tidak melaporkan pajaknya, dan hal ini mempengaruhi pendekatan terhadap target penerimaan pajak.
Pemerintah juga mencatat keberadaan perekonomian ini merupakan dampak dari perubahan struktur perekonomian menuju digitalisasi dan semakin tingginya sektor yang tidak terorganisir.
Dalam kesempatan yang sama, Anggito – yang membidangi keuangan negara – mengatakan pihaknya sedang mencari sumber uang pemerintah untuk menutupi rencana belanja yang lebih besar.
Untuk tahun ini saja, belanjanya direncanakan sebesar Rp3.325,1 triliun. Sedangkan belanja pemerintahan Prabowo tahun depan ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun atau meningkat Rp296,2 triliun.
“Kami juga mencari sumber kegiatan ekonomi lain yang dikatakan ilegal, yang bersifat sembunyi-sembunyi dan bayang-bayang. “Jadi kami akan mencoba membuat peta yang lebih lengkap dengan memperbarui apa yang ada di sana,” ujarnya.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Badan Pemberitaan dan Analisis Keuangan (PPATK) memperkirakan shadow economy di Indonesia mendekati 30-40% PDB.
Demikian pula, sektor informal Indonesia menyumbang sekitar 36% dari total PDB antara tahun 2011 dan 2019, menurut perkiraan Bank Dunia. Selain itu, menurut penelitian Schneider et al. (2010), besaran shadow economy di negara berkembang bisa mencapai 35%-45% PDB.
Oleh karena itu, bentuk underground economy ini hadir untuk meningkatkan pendapatan negara.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel