Bisnis.com, Jakarta – Indonesia kerap menjadi negara alternatif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di tengah ketegangan perang dagang AS-China. Namun Indonesia harus bersaing ketat dengan negara tetangga di Asia.

Ekonom Yusuf Randy Manilet dari Pusat Reformasi Ekonomi Indonesia (utama) menjelaskan perang dagang antara Amerika Serikat dan China akan semakin intensif, terutama pasca terpilihnya Donald Trump sebagai presiden periode 2025-2029.

Trump sebenarnya sedang mempertimbangkan untuk menaikkan tarif impor, terutama dari Tiongkok. Akibatnya, dengan perkiraan perekonomian akan melambat, perusahaan multinasional di Tiongkok akan mencari negara alternatif.

Dalam konteks ini, negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi tujuan investasi baru. Namun Yusuf mencatat, Indonesia bukan satu-satunya alternatif karena Vietnam, Malaysia, dan Thailand akan menarik perhatian investor asing.

“Melihat berbagai aspek, misalnya potensi ekonomi, ketersediaan sumber daya manusia, dan stabilitas politik, saya pikir negara-negara tetangga seperti Vietnam atau Malaysia masih merupakan [pilihan terbaik] yang lebih baik.” pada Senin (11/11) 11/2024).

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah Indonesia mempunyai tantangan berat untuk menarik investor asing. Menurutnya, banyak investor asing asal China yang akan terus memilih Indonesia karena hubungan kedua negara semakin erat dalam sepuluh tahun terakhir.

Namun, dia tidak begitu yakin dengan negara lain. Berdasarkan bagian pertama perang dagang AS-Tiongkok yang dimulai pada tahun 2018, Yusuf menjelaskan bahwa perusahaan multinasional kemungkinan besar akan pindah ke Vietnam.

Lebih lanjut, dia menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus menarik investor asing ke industri yang produknya menjadi target hilirisasi seperti nikel atau logam dasar. Lebih lanjut dikatakannya, pemerintah juga harus memperhatikan industri atau subsektor yang mengalami penurunan.

Dia mencontohkan, seharusnya subsektor tekstil dan produk turunannya kini mendapat insentif dari pemerintah. Yusuf menjelaskan, pemerintah bisa mendorong merger antara dua perusahaan di sektor yang sama.

“Sektor-sektor yang kinerjanya kurang baik sebaiknya masuk dalam rencana investasi pemerintah,” tegasnya. Peluang di Indonesia

Pemerintah memperkirakan investor asing akan semakin melirik Indonesia di masa depan setelah Trump memenangkan pemilu presiden AS 2024.

Nooral Achawan, Deputi Direktur Promosi Investasi Kementerian Investasi dan Perampingan/BKPM, menjelaskan perang dagang antara Amerika Serikat dan China akan berlanjut pada fase kedua setelah Trump kembali memimpin negara tersebut.

Saat pertama kali menjadi presiden Amerika Serikat pada 2017-2021, Trump menaikkan tarif sejumlah barang strategis asal Tiongkok yang kini sedang naik daun. Misalnya bea masuk panel surya dan semikonduktor dari 25% (2018) menjadi 50% (2024) untuk kendaraan listrik dari 25% (2018) menjadi 100% (2024).

Selama kampanye, lanjut Achwan, Trump juga berulang kali menyampaikan rencananya untuk mengenakan tarif sebesar 10%-20% pada seluruh barang yang diimpor ke Amerika Serikat dan 60%-100% pada produk buatan China.

Pada Sabtu (9/11/2024), Achawan mengatakan kepada Besance, “Sejak 2019, selama perang dagang AS-Tiongkok, Indonesia telah menerima investasi senilai $14,7 miliar dari 58 perusahaan dan memiliki keragaman yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa dan Asia.” ).

Menurut dia, investor asing melirik negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) sebagai alternatif selain China. Di ASEAN, kata dia, investasi di sejumlah sektor utama seperti semikonduktor dan panel surya meningkat pesat sejak perang dagang AS-China.

Oleh karena itu, Achwan menegaskan pemerintah akan berupaya memanfaatkan perang dagang AS-China yang kemungkinan akan semakin memanas akibat kemenangan Trump.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel