Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa bank konglomerat di Indonesia mengalami peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) hingga mendekati batas 5 persen yang ditetapkan regulator pada akhir kuartal III/2024.

Meski demikian, Dirjen Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai pertumbuhan NPL bersifat siklis sesuai dengan strategi masing-masing bank.

“Kami melihat banyak bank yang punya strateginya masing-masing. Misalnya rutin melakukan write-off, restrukturisasi, dan lain-lain,” ujarnya saat ditemui Bisnis di Jakarta, Selasa (12/11/2024). 

Dian mengatakan, pengendalian masih berjalan normal dan selama NPL di bawah 5% tidak ada permasalahan mendasar sehingga situasi dinilai aman. Ia optimis peningkatan kredit bermasalah hanya bersifat sementara dan mungkin akan berkurang pada laporan berikutnya.

Padahal, menurut Diana, perkembangan bisnis yang bersifat siklis ini mendorong perbankan melakukan penyesuaian yang berpihak pada masyarakat.

Menurut dia, meski bank masih berada dalam koridor kondisi keuangan sehat, fluktuasi laba rugi yang besar merupakan hal yang wajar dalam bisnis perbankan.

“Permodalannya menurut kami kuat, LDR masih bagus dan bunga bersihnya, profitabilitasnya bagus, likuiditasnya bagus, saya kira tidak ada masalah,” ujarnya.

Beberapa bank milik konglomerat mencatatkan nilai kredit bermasalah yang tinggi, seperti PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat Hari Tanoesoedibjo dan kualitas asetnya memburuk.

Rasio kredit bermasalah atau NPL bruto tercatat sebesar 4,69 persen per September 2024, meningkat 71 basis poin (bps) dari 3,98 persen pada September 2024. Net non-performing loan juga meningkat menjadi 3,32 persen dari 2,59 persen sebelumnya.

Mantan Presiden Direktur MNC Bank Rita Montagna mengatakan, dari sisi penyaluran kredit, MNC Bank masih fokus mengoptimalkan penyalurannya sebagai penunjang di segmen kredit komersial khususnya segmen kredit grosir dan konsumer dengan tetap “memperhatikan”. pengelolaan risiko yang bijaksana dan terukur.

“Pada tahun 2025, kami optimis dapat meningkatkan total aset hingga Rp30 triliun melalui program dan rencana bisnis yang berfokus pada kinerja likuiditas,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/11/2024).

Sementara itu, pertumbuhan aktivitas perseroan diimbangi dengan kinerja keuangan yang terjaga pada kuartal III-2024, tercermin dari permodalan MNC Bank yang semakin kuat, dengan persyaratan modal minimum (MCR) sebesar 27,55% yang tergolong baik. di atas minimum. kecukupan modal yang ditentukan oleh regulator.

Selain itu, PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) atau Bank INA milik taipan Anthony Salim juga melaporkan kredit bermasalah bruto naik menjadi 4,46 persen pada September 2024, naik 247 basis poin dari sebelumnya 1,99 persen pada September 2023. net non-performing bank sebesar 245 bps dari sebelumnya 0,55 persen menjadi 3 persen. %. 

Menariknya, pada periode kenaikan NPL, keduanya mengalami penurunan kerugian (impairment) aset keuangan yang mencapai 47,91 persen (y/y) Rp 34,96 miliar per September 2024, turun 7,79%. . (YY) 68,09 miliar dari September 2024 mencapai Rp. Artinya, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang bisa menopang laba perseroan akan berkurang.

Sedangkan pemain lainnya adalah PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Dato’ Sri Tahir (MAYA) milik konglomerat ini melaporkan perbaikan rasio kredit bermasalah, dengan kredit bermasalah bruto sebesar 3,68 persen pada September 2024 dari sebelumnya 3,8 persen. Kredit bermasalah bersih kemudian mencapai 2,75 persen pada September 2024. dari sebelumnya 2,93% pada September 2023.

Sementara itu, bank mencatat kerugian penurunan nilai (impairment) aset keuangan meningkat menjadi Rp 76,62 miliar pada sembilan bulan hingga 2024, atau kuartal III 2024, dari nol pada tahun sebelumnya. Peningkatan biaya persediaan ini pada akhirnya mengikis keuntungan.

Diberitakan, laba bersih MAYA kuartal III 2024 tercatat sebesar Rp 49,62 miliar. Angka tersebut turun secara year-on-year (YoY) sebesar 24,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang diperkirakan sebesar Rp 66,03 miliar pada kuartal III-2023. 

Dari sisi pengamat, Trioks Siahaan, Kepala Riset LPPI, mengatakan peningkatan kredit bermasalah di perbankan saat ini lebih disebabkan oleh menurunnya daya beli dan juga akan berdampak pada dunia usaha, sehingga berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. bank harus membuat cadangan. . berhati-hati dalam meningkatkan risiko kredit dan dalam memberikan kredit baru.

Pada saat yang sama, dia juga membenarkan bahwa beberapa bank mencatat penurunan provisi akibat pertumbuhan NPL.

“[Penurunan cadangan terjadi] karena ada yang diperbaiki atau cadangan yang dihasilkan dari penjualan agunan tampak berlebihan, sehingga cadangannya bisa dikurangi,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (12/11/2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA