Bisnis.com, PALEMBANG – Di tengah pesatnya modernisasi dan tren fesyen yang terus berkembang, Ayu, perempuan yang mengaku sebagai generasi keempat, tetap bertekad melestarikan warisan budaya yang harus diwariskan dari generasi ke generasi.
Ia meyakini keberadaan Kain Angkinan yang merupakan salah satu warisan budaya takbenda kota palembang masih dapat dipertahankan dan dihadirkan lebih luas lagi, baik dikalangan masyarakat lokal maupun mancanegara.
“Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa kain Angkinan merupakan salah satu kain khas Sumsel, sama seperti Songket atau Jumputan,” ujarnya saat diwawancarai Bisnis belum lama ini.
Kain Angkinan mempunyai beberapa motif yang unik antara lain sulur, papan, lipan, papan berujung lima, burung, bunga, kipas lurus, kipas miring, dan biji pala. Ciri khas kain ini terletak pada bahan yang digunakan yaitu beludru, serta dominannya motif benang emas yang mirip dengan kain Songket. Nama Angkinan sendiri berasal dari cara pembuatannya yang menggunakan teknik pencabutan ram dan jarum.
“Sehingga setiap helai kain yang dihasilkan tidak hanya sekedar produk, tapi juga buah dari kesabaran dan ketekunan,” kata Ayu.
Walaupun mempunyai daya tarik tersendiri, kain Angkinan seringkali kalah dengan kepopuleran kain bordir dan jenis kain lainnya. Hal inilah yang membuat Ayu berjuang mengembalikan keberadaan kain tersebut agar tidak hilang.
Saat ini, bersama 50 ibu rumah tangga asal Desa Angkinan Sunan, Kecamatan Kalidoni, Palembang, Ayu berupaya menghidupkan dan melestarikan warisan budaya melalui proses produksi yang mereka lakukan. tantangan
Ayu mengatakan, kain Angkinan yang diproduksi bersama komunitasnya sebenarnya dijual ke berbagai daerah di Indonesia seperti Yogyakarta, Batam, dan Jakarta. Bahkan, produknya sudah menembus pasar global, salah satunya di Malaysia.
Sejumlah penghargaan pun diraih, di antaranya harapan dua lomba kampung kreatif yang diselenggarakan pemerintah kota palembang dan melibatkan 18 kecamatan.
Dari situ, kata dia, para pemangku kepentingan mulai melirik produksi Kain Angkinan, salah satunya PT Pusri Palembang yang memberikan dukungan mesin jahit.
“Selama ini kami belum mempunyai mesin jahit di sini. “Untuk menjahitnya harus bayar dulu, sekarang alhamdulillah sudah ada mesin jahitnya,” ujarnya.
Namun sejumlah tantangan masih mewarnai perjalanan perajin Kain Angkinan. Salah satunya adalah kurangnya modal untuk mendukung kelanjutan proses produksi.
Selain itu, Ayu mengatakan, selama ini yang menjadi pertanyaan tempat menjual produk hanya di kawasan Ramayana, Palembang. Sementara itu, toko terpaksa tutup lebih awal.
“Jadi sekarang kami harus mencari tempat baru untuk menjual produk di Palembang,” jelasnya.
Oleh karena itu, salah satu harapan besar Ayu saat ini adalah dukungan pemerintah daerah agar kerajinan Kain Angkinan bisa lebih cepat berkembang dan memberikan dampak ekonomi yang lebih konkrit bagi para pelaku ekonomi kreatif. Inovasi
Selain dijual langsung, kain Angkinan juga digunakan untuk membuat berbagai produk yang mempunyai nilai jual lebih tinggi, seperti gaun pengantin, gaun pengantin, tanjak, sarung bantal, taplak meja, selendang, gandik, gorden, dan lain-lain.
Menurut Ayu, penurunan ini akan terus dilakukan agar Kain Angkinan tetap relevan dengan perkembangan saat ini.
“Kedepannya juga direncanakan akan membuat produk baru seperti tas kain dan lain-lain. “Kami juga sangat terbuka bagi siapapun pembeli yang ingin mengambil bahan ke kami, karena dengan begitu kain Angkinan tetap bisa dilestarikan,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel