Bisnis.com, Jakarta – Pakar asuransi memperkirakan pada kuartal IV 2024, asuransi investasi (PAYDI) alias produk unit link juga akan menjadi pusat perhatian di industri asuransi jiwa. Pada kuartal ketiga tahun 2024, bisnis PAYDI sudah terikat kontrak.
Analis senior asuransi Arwan Rahardju mengatakan, tekanan terhadap lini bisnis PAYDI tidak lepas dari reformasi Formulir Daftar 5 Jasa Keuangan (SEOJK) 2022 terkait Produk Asuransi Terkait Investasi (PAYDI).
“Prospek lini bisnis PAYDI di sisa tahun ini masih tegang karena belum ada tanda-tanda bisnis tersebut mampu mengubah kinerja asuransi rumah menyusul konsolidasi asuransi dan peralihan ke undang-undang baru SE OJK 05. akan dilakukan.
Poin-poin penting yang termasuk dalam SEOJK termasuk menyediakan informasi yang diperlukan dan sumber daya dukungan manajemen kepada perusahaan PAYDI untuk mendukung pengusaha, staf manajemen, dan kegiatan manajemen PAYDI.
Perusahaan yang menjual PAYDI harus memenuhi modalnya terlebih dahulu, yaitu Rp 250 miliar untuk perusahaan asuransi yang baik dan Rp 150 miliar untuk perusahaan asuransi syariah.
Selain transisi bisnis menuju regulasi, Irwan menilai maraknya lini bisnis PAYDI disebabkan pasar modal yang masih stagnan akibat lemahnya daya beli masyarakat.
“Ditandai dengan inflasi selama 4 bulan berturut-turut dan PMI di bawah 50 sebagai indikator industrialisasi,” kata Irwan.
Irwan mengemukakan bahwa ada banyak peluang yang dapat menimbulkan pemikiran positif untuk menghubungkan kinerja bangunan dengan pemeliharaan. Pertama, pengumuman keringanan utang yang akan dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) besok, (6/11/2024). Kedua, pada Kamis (7/11/2024) Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan nilai tukar mata uang asing Indonesia bulan Oktober 2024.
Namun, untuk saat ini, Irwan menambahkan, belum ada ide bagus yang dapat mendukung operasional lini bisnis asuransi jiwa PAYDI. “Tidak ada perubahan. Intinya IHSG melemah stabil dan tidak menunjukkan tanda-tanda berbalik arah,” tutupnya.
Sedangkan per September 2024, lini bisnis PAYDI mengalami penurunan sebesar Rp6,75 triliun atau 15,36 persen year-on-year menjadi Rp37,21 triliun.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel