Bisnis.com, LABUAN BAJO – Badan Jasa Keuangan (OJK) mendapat hasil positif atas rencana pengukuran emisi karbon Indonesia yang akan dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup. Penilaian ini akan didasarkan pada upaya untuk meningkatkan jumlah orang yang menggunakan program perdagangan karbon. 

Ketua Badan Usaha OJK, Dana Penghasil Pendapatan dan Emisi Karbon, Inarno Djajadi, mengatakan emisi karbon perlu diwaspadai karena mempunyai peranan penting dalam proses pencapaian penurunan perekonomian yang stabil. 

“Penilaiannya mencakup lingkungan hidup, tidak hanya Pertukaran Karbon Indonesia, tapi juga instrumen lain seperti pajak karbon dan regulasi emisi. Akan ada diskusi dengan berbagai pihak lain untuk menyusun rencana pembelian pasar karbon yang lebih baik,” ujarnya di Labuan. Bajo. , Nusa Tenggara, Kamis (31/10/24).

Inarno menambahkan, masih banyak peluang untuk dilakukan pengembangan dan konstruksi pada pertukaran karbon Indonesia, meskipun pertukaran ini masih baru dan memiliki bisnis besar yang belum menguntungkan.

Sementara itu, CEO PT Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan, jumlah masyarakat yang menggunakan layanan perdagangan karbon mengalami peningkatan hingga mencapai 100 pengguna pada akhir tahun 2024. Sedangkan yang kinerja karbonnya kini mencapai 81 orang.

Namun, ia menemukan banyak tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya. terkait manajemen hubungan manusia dan dukungan dari pemerintah serta berbagai intervensi.

“Kami masih dalam proses pembelajaran, namun kami senang pertukaran karbon akan terus berkembang dan berkontribusi dalam mencapai tujuan pengurangan di negara ini,” kata Iman. 

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Direktur Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menekankan perlunya mempercepat perdagangan karbon di Indonesia. Sementara perdagangan karbon di dalam negeri dinilai buruk. 

“Sekarang kita sedang melakukan uji coba agar perdagangan karbon tidak hilang. Kekuatan perdagangan karbon kita sangat besar dan kita tidak ingin kekuatan ini musnah,” kata Hanif. 

Hanif menyatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan manfaat ekonomi karbon, termasuk penggunaan carbon offset, perluasan pasar karbon, mempertimbangkan pajak karbon, dan penetapan batasan keputusan nasional (NDC). 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA