Bisnis.com, Jakarta — 1.000 hari pertama kehidupan anak merupakan masa yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak, dimana masukan-masukan yang masuk ke dalam tubuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak di masa depan.
Lantas, pola makan seperti apa yang dibutuhkan bayi, terutama saat bayi mulai mengonsumsi atau mengonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI), dan bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?
Anggota Departemen Koordinasi Gizi dan Penyakit Metabolik IDAI Dr. Qat Noorul Hafeefah, SPA(K), menjelaskan, 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak tidak dimulai saat ia dilahirkan, melainkan 270 hari di dalam kandungan. Tambahkan tahun pertama dan kedua, sehingga totalnya menjadi 1.000 hari.
“Pada dua tahun pertama kehidupannya, produksi sel saraf mencapai puncaknya dan setelah dua tahun pertama kehidupannya jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya. Jadi ketika seorang anak mengalami kendala pada dua tahun pertama kehidupannya, seperti begitu juga pada janin, potensinya berdasarkan kecerdasan, pertambahan berat badan, dan potensi tinggi badan, terhadap potensinya saat dewasa akan berpengaruh,” jelasnya dalam media briefing. Pada Selasa (29/10/2024).
Oleh karena itu, selain menjaga kesehatan dan gizi ibu selama hamil dan menyusui, persiapan yang matang sebelum masa MPASI bayi juga perlu dilakukan. Apa saja kandungan MPASI?
Dr. Nurul menegaskan, setelah memasuki masa MPASI, saat anak mulai makan, orang tua tidak bisa hanya memberikan satu jenis makanan saja, seperti karbohidrat saja, protein saja, atau lemak saja.
“Memang seharusnya begitu, yang sekarang dianjurkan banyak makan protein hewani. Tapi kalau banyak makan protein hewani, kurangi karbohidrat, tentu hal ini juga akan mempengaruhi tumbuh kembang dan metabolisme anak,” jelasnya.
Dr. Nurul menjelaskan, jika anak tidak mendapatkan cukup karbohidrat untuk dijadikan energi, maka tubuh akan memproses protein untuk dijadikan energi. Hal ini tidak baik untuk membangun massa otot dengan baik.
“Kemudian tidak bisa digunakan untuk menambah berat dan panjang badan, jadi semua faktor itu harus ada,” tegasnya.
Dr. Melihat masyarakat Indonesia wajib makan nasi, Nurul mencontohkan, anak bisa menambah protein dengan menambahkan telur. Selain itu, Anda bisa menambahkan santan untuk menambah kandungan lemaknya.
“Mengapa kita membutuhkan protein hewani? Pasalnya, protein hewani utuh mengandung asam amino esensial, terutama unsur leusin yang sangat penting untuk menambah tinggi badan anak. Jadi jika rendah leusin, berpotensi menambah tinggi badan. Dibandingkan protein, yang lain memiliki kandungan leusin yang lebih tinggi,” jelasnya.
Dibandingkan dengan kadar leusin, Dr. Nurul, susu sapi mengandung kurang lebih 93 mg protein per gramnya. Lalu telur 82 mg, daging sapi sekitar 79 mg.
“Ternyata telur sama baiknya, bahkan lebih baik, dibandingkan makan daging sebagai sumber protein. Tapi daging merupakan sumber zat besi yang baik, sehingga seorang anak tidak bisa hanya makan satu jenis makanan. Seorang anak harus makan yang bervariasi. makanan karena: “Setiap makanan memiliki manfaat,” lanjutnya
Namun dengan kandungan protein yang cukup, makan telur saja sudah sangat baik dalam mencegah stunting, dan pencegahan stunting dapat dilakukan melalui makanan sehari-hari yang ada di sekitar kita.
“Tetapi perlu diingat bahwa tujuan pendidikan protein hewani adalah pencegahan, bukan penanganan stunting. “Jika bayi Anda sudah terlanjur stunting, Anda tidak bisa hanya mengonsumsi protein hewani,” imbuhnya.
Berturut-turut Dr. Terkait penggunaan santan pada makanan bayi MPASI, Nurul mengatakan sangat dianjurkan sebagai sumber lemak, salah satu komponen utama otak manusia.
“Jadi kalau kita ingin anak kita pintar, banyak makan ikan, banyak lemak, kita harus memperhatikannya juga. Jadi untuk anak di bawah 2 tahun, kita tidak perlu membatasi lemak seperti yang kita lakukan pada anak yang lebih besar,” ujarnya. Ditambahkan:
Selain itu, sayur dan buah dapat ditambahkan secara bertahap dengan memperhatikan usia dan berat badan anak.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel