Bisnis.com, JAKARTA — PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Senin (21/10/2024).
Hingga Juni 2024, emiten bersandi SRIL ini mencatatkan utang jangka pendek sebesar US$11,36 juta dan utang jangka panjang sebesar US$809,99 juta.
Seperti diketahui, raksasa industri asal Sukoharjo itu bangkit setelah palu Pengadilan Negeri Niaga Semarang memutuskan Sritex bangkrut.
Keputusan ini diambil setelah adanya gugatan pembatalan pesanan oleh PT Indo Bharat Rayon terhadap Sritex dan anak perusahaannya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya karena dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran.
Pasca putusan pailit tersebut, produsen SRIL masih mempunyai hutang sebesar IBR 101,3 miliar kepada IBR atau 0,38% dari total utang SRIL per 30 Juni 2024.
PT Indo Bharat Rayon (IBR) adalah salah satu perusahaan kredit komersial Sritex. Namun, tidak ada nama IBR dalam catatan keuangan perusahaan. Manajemen SRIL menjelaskan, seluruh kreditur mencakup utang dagang termasuk utang dagang kepada pihak ketiga.
Melihat sejarah data keuangan dan kinerja pengembang SRIL, raksasa data ini mulai mencatat kekurangan modal dan kerugian besar sejak tahun 2021 atau ketika pandemi melanda.
Pada periode tersebut, SRIL mencatatkan kerugian sebesar US$1,08 miliar dengan defisit modal sebesar US$398,81 juta. Namun posisi defisit dan defisit anggaran berangsur-angsur menurun meski masih tercatat negatif hingga paruh pertama tahun 2024.
Sebelum wabah, kinerja keuangan SRIL tergolong baik dengan pendapatan tertinggi dicapai sebesar US$ 87,65 juta pada tahun 2019.
Padahal, setahun lalu, SRIL mengakuisisi PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries. Dalam kurun waktu tersebut, kedua perusahaan penerima pembelian ini mampu menyumbang penjualan sekitar US$ 180 juta hingga US$ 200 juta.
Berdasarkan profil penjualan Primayudha dan Bitratex, 70% dijual ke luar negeri.
Keadaan berubah setelah SRIL dinyatakan bangkrut. Kebangkrutan Sritex yang diputus Pengadilan Negeri Semarang Niaga mempunyai konsekuensi jangka panjang. Hal ini tidak hanya berdampak pada IBR sebagai salah satu pemberi pinjaman komersial Sritex, tetapi juga para peminjam SRIL, termasuk pemberi pinjaman bank.
Dalam laporan keuangan 30 Juni 2024, SRIL mencatat total utang sebesar US$ 1,59 miliar atau sekitar Rp 25,12 triliun (termasuk kurs Rp 15.725 terhadap dolar AS).
Total utang tersebut lebih besar dibandingkan total aset perseroan sebesar US$ 617,33 juta atau sekitar Rp 9,7 triliun dan total modal mengalami defisit atau penarikan sebesar US$ 980,55 juta atau sekitar Rp 15,41 triliun.
Lebih detailnya, total utang SRIL dikelola oleh utang korporasi. Per Juni 2024, SRIL mencatat utang bank jangka pendek sebesar US$ 11,36 juta dan utang jangka panjang sebesar US$ 809,99 juta.
Riwayat Kinerja Keuangan SRIL 10 Tahun Terakhir 2014 sampai dengan Semester I/2024
* Ditampilkan di Amerika Serikat
Menyelesaikan Laporan Keuangan SRIL Periode 2014 sampai dengan Semester I/2024
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel