Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) buka suara mengenai penetapan status pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex di Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
Seperti diketahui, BNI merupakan bank pelat merah yang memberikan pinjaman jangka panjang kepada Sritex sebesar USD 23.807.159 atau Rp 389,8 (asumsi kurs Rp 16.375 per dolar AS pada akhir Juni 2024).
Sekretaris BNI Okki Rushartomo mengatakan perseroan akan terus memantau perkembangannya dan berkoordinasi dengan pemerintah khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan untuk membahas langkah selanjutnya.
“BNI menghormati proses yang sedang berjalan terkait pernyataan pailit Sri Rejeki Isman [Sritex] di pengadilan niaga di Semarang setelah diajukannya gugatan terhadap Sritex,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29/10/2024).
Menurutnya, BNI kini memiliki rasio cadangan yang kuat dan terbukti berhasil menjaga kualitas aset yang baik seiring dengan penurunan rasio Pinjaman Berisiko dari 14,4% menjadi 11,8% pada periode sembilan bulan hingga September 2024.
Pada periode yang sama, kredit bermasalah (NPL) BNI juga mengalami penurunan menjadi 2% pada September 2024 dari 2,3% pada tahun lalu.
“Secara prinsip akal sehat, kami yakin risiko yang mempengaruhi keuntungan perusahaan akan terbatas,” ujarnya.
Seperti diketahui, para kreditur SRIL menghadapi ketidakpastian setelah Sritex dinyatakan pailit di Pengadilan Negeri Semarang Niaga. Per Juni 2024, SRIL mencatatkan liabilitas bank jangka pendek sebesar USD 11,36 juta dan liabilitas bank jangka panjang sebesar USD 809,99 juta.
Keputusan tersebut diambil menyusul gugatan pembatalan penyelesaian yang diajukan PT Indo Bharat Rayon terhadap Sritex dan anak perusahaannya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya karena dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran.
Berdasarkan perintah pailit, SRIL masih memiliki utang IBR sebesar Rp101,3 miliar atau 0,38% dari total liabilitas SRIL per 30 Juni 2024.
Kepala Riset LPPI Trioksa Siahan mengatakan gejolak Sritex akan berdampak pada bottom line perbankan tergantung pada dua faktor utama. Pertama, seberapa besar portofolio pinjaman bank tersebut dibandingkan dengan Sritex dan kedua, apakah cadangan sudah terisi penuh.
Namun hingga saat ini situasi perbankan masih tenang dan terkendali, hanya perlu diprediksi agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).
Selain itu, kata Trioksa, bank juga perlu menilai portofolionya termasuk SRIL dan berapa return portofolio tersebut setelah dikurangi surat berharga.
Selain itu dari sisi industri sandang itu sendiri, secara umum menurutnya dengan semakin banyaknya produk sandang yang diimpor dari China dan India tentunya dapat memperluas industri sandang dalam negeri. “Hal ini disusul dengan penurunan kredit sandang,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA