Bisnis.com, Jakarta – Pidato Presiden Prabowo untuk menalangi utang enam juta nelayan dan petani dari perbankan disebut berdampak pada industri asuransi. Banyak pakar dan praktisi asuransi yang mengomentari hal-hal yang harus Anda perhatikan dalam rencana asuransi ini.

Wahyuddin Rahman, praktisi manajemen risiko dan general manager Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), menjelaskan kebijakan tersebut secara umum akan berdampak positif jika pemerintah melakukan penghapusan utang dalam bentuk pembayaran kembali ke bank atau lembaga keuangan lainnya.

Artinya pembayaran klaim yang dilakukan sesuai dengan ketentuan asuransi dijamin atau hak subrogasi asuransi kredit atau pembayaran kembali pinjaman diterima.

“Dari dampak negatifnya tentu saja akan meningkatkan risiko kredit di masa depan karena adanya moral hazard pelanggan baru atau tidak membayar top-up,” kata Vahyudin kepada Bisnis, Selasa (29/10/2024).

Sementara dari sisi kesiapan industri, menurutnya, industri asuransi sebaiknya membuat cadangan khusus dan cadangan revaluasi untuk mengantisipasi kebijakan serupa di masa mendatang.

Selain itu, industri perlu melakukan penyesuaian kembali dengan menaikkan premi atau menyesuaikan syarat penjaminan atau pemberian kredit produk asuransi kepada petani dan nelayan. 

Sementara menurut dia, dampak kebijakan loan waiver terhadap penyelesaian asuransi bergantung pada besar kecilnya eksposur perusahaan terhadap sektor nelayan dan pertanian.

Wahyuddin memahami kebijakan ini menimbulkan risiko terhadap likuiditas banyak perusahaan penjaminan kredit dan asuransi. Namun, dengan mengatur kebijakan cadangan yang tepat dan menyesuaikan premi untuk menutupi risiko tambahan, risiko likuidasi dapat dikurangi.

Menurut dia, kebijakan keringanan utang secara besar-besaran dapat menjadi preseden yang menimbulkan ekspektasi pasar bahwa kebijakan serupa dapat terulang kembali di masa mendatang. Dalam konteks industri pertahanan, Wahyud memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan.

“Yang pertama adalah memperkuat permodalan dan cadangan. Perusahaan asuransi dan penjaminan yang kuat akan tetap kokoh dengan memperkuat permodalan dan cadangan. Permodalan yang kuat akan membuat perusahaan mampu menahan guncangan ekonomi yang tidak terduga, termasuk kebijakan penghapusan utang,” ujarnya.

Kedua, kepatuhan terhadap pedoman pemerintah. Menurutnya, perusahaan harus mengantisipasi risiko politik melalui adaptasi strategis seperti memantau kebijakan ekonomi pemerintah dan mempertimbangkan perubahan politik. 

Ketiga, potensi diversifikasi dan inovasi produk.  Wahyuddin menyarankan agar industri asuransi mempertimbangkan untuk menciptakan produk yang dapat menyeimbangkan risiko bagi nasabah di sektor lain seperti UMKM non-pertanian atau sektor jasa. Menurutnya, diversifikasi tersebut akan meningkatkan resistensi industri terhadap kebijakan sektoral tertentu yang berdampak besar.

Sementara itu, pengamat asuransi sekaligus dosen program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Kaplar Marpang menyoroti ketahanan industri asuransi yang mengalami kendala likuiditas akibat tingginya kebutuhan asuransi kredit. Ia mengamati bahwa industri asuransi saat ini menerima risiko kredit dengan proses penjaminan yang lebih ketat. 

“Nah, ketika industri asuransi mulai membuka keran untuk menerima risiko kredit dengan pemilihan risiko yang bijaksana, kita menghadapi penilaian moral hazard yang justru semakin buruk. Mengapa lebih buruk lagi adalah karena ada pemikiran bahwa calon kreditur dapat menghapus utangnya , itu tidak baik, atau tidak baik bagi industri asuransi,” kata Kapler.

Oleh karena itu Kapler meminta pemerintah berhati-hati dan memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan sebelum merumuskan kebijakan. 

“Pemerintah harus terlebih dahulu membentuk kelompok kerja dan mengundang diskusi dengan semua perusahaan jasa keuangan, termasuk perusahaan asuransi,” kata Kapler.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel