Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga (PN) Semarang. Berapa besaran utang Sritex?

Pernyataan pailit terhadap SRIL mengacu pada putusan Pengadilan Negeri Semarang dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Pembacaan putusan pailit Sritex dan perusahaan lainnya digelar pada Senin (21/10/2024) di Pengadilan Negeri Niaga Semarang.

Dikutip dari situs resmi SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024), pemohon yakni PT Indo Bharat Rayon mengusulkan pembatalan penyelesaian dengan tergugat karena tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran. Sedangkan yang menjadi responden tidak hanya Sritex, namun juga anak perusahaan lainnya yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. 

Dalam kasus ini, PT Indobharat meminta Pengadilan Negeri Niaga membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang. 12/Pdt.Sus PKPU/2021.PN.Niaga.Smg tentang pengesahan rencana perdamaian pada tanggal 25 Januari 2022 (persetujuan). 

Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk., PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya, tulisnya dalam putusan terbaru. 

Pengadilan Negeri Semarang Niaga juga menyatakan tergugat tidak memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan keputusan persetujuan tanggal 25 Januari 2022.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2023, Sritex memiliki kewajiban sebesar $1,6 miliar. Jumlah tersebut termasuk liabilitas jangka pendek sebesar $113 juta dan liabilitas jangka panjang sebesar $1,49 miliar. 

Kewajiban jangka pendek Sritex meliputi utang jangka pendek sebesar $11 juta, utang perdagangan jangka pendek sebesar $31,86 juta, dan utang jangka menengah sebesar $5 juta. 

Sedangkan liabilitas jangka panjang Sritex didominasi oleh utang bank sebesar $858,04 juta, obligasi bersih sebesar $371,86 juta, dan utang bisnis jangka panjang kepada pihak berelasi sebesar $92,51 juta. 

Manajemen Sritex menyebutkan SRIL mencatatkan rugi bersih sebesar $174,84 juta pada tahun 2023. Pada saat yang sama, SRIL mengalami defisit dan kekurangan modal masing-masing sebesar $1,16 miliar dan $954,82 juta. 

“Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan terhadap kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,” tulisnya dalam laporan keuangan yang dikutip, Kamis (24/10/2024).

Untuk menyikapi kondisi tersebut, grup fokus pada upaya peningkatan efisiensi biaya penjualan dan produksi dengan melakukan berbagai langkah, misalnya dengan melakukan efisiensi biaya penjualan dan produksi. pengurangan staf secara berkala hingga tahun 2025 dan pengembangan produk yang memiliki nilai tambah lebih besar (produk khusus). SRIL bertujuan untuk terus meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, efisiensi biaya melalui pemantauan anggaran dan perbaikan sistem. 

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Juni 2024, SRIL mengungkap beban berat yang dihadapi perusahaan akibat tekanan pasar dalam negeri akibat pandemi dan gencarnya produk tekstil impor. Selain itu, pasar ekspor masih mengalami tekanan akibat konflik geopolitik global. 

Presiden SRIL Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan, kondisi tersebut pada akhirnya memaksa perusahaan untuk menyesuaikan kapasitas produksi dan efisiensi tenaga kerja karena menurunnya permintaan. Perusahaan mulai mencatatkan penurunan kinerja sejak awal pandemi. 

“Kami berharap dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap masuknya barang impor, kita juga bisa melihat dari sisi kita bahwa produsen dalam negeri kesulitan bersaing dengan produk impor yang melimpah di pasaran,” kata Iwan pada Pameran Publik SRIL di Jakarta. Selasa (25.06.2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel