Bisnis.com, Jakarta – Sejumlah analis menilai positif prospek kinerja Garibaldi ‘Boy’ Tohir dan TP Rachmat PT Essa Industries Indonesia Tbk. (ESSA) dalam jangka menengah dan panjang. 

ESSA merupakan katalis positif bagi komitmen pemerintah baru-baru ini untuk mendorong investasi pada pengilangan gas minyak cair (LPG) dalam negeri. 

Selain itu, prospek menguatnya harga amonia internasional juga akan mempengaruhi sentimen di Timur Tengah serta stimulus yang dilakukan bank sentral Tiongkok, People’s Bank of China (PBOC). 

“Secara fundamental, meski pendapatan ESSA turun menjadi 53,3% pada tahun 2023 dan laba bersih turun tajam hingga 75,3%, namun keuangannya masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan industri,” kata pendiri Stocknow.id, Hendra Vardhana kepada Besance, Kamis ( 17/10/2024). 

Khususnya, ESSA mencatatkan margin laba bersih (NPM) sebesar 13,36% dan laba atas ekuitas (ROE) sebesar 12,61% pada kuartal kedua. Selain itu, rasio utang terhadap ekuitas (DER) juga relatif rendah yaitu sebesar 29%. 

Menurut Hendra, rasio tersebut menunjukkan ESSA mampu mengelola efisiensi operasional dibandingkan perusahaan di industri sejenis. 

Di lantai bursa, saham ESSA bernilai Rp960 per saham hingga pukul 14.30 WIB. Selama tahun berjalan 2024, saham ESSA mengalami peningkatan sebesar 81,13%. 

Menurut Hendra, valuasi saham ESSA saat ini sudah overvalued dengan price earnings ratio (PER) sebesar 21,82 kali dibandingkan benchmark industri sebesar 13,49 kali. 

“Hal ini menunjukkan bahwa investor mungkin mempertimbangkan potensi pertumbuhan di masa depan, khususnya peluang investasi untuk kilang LPG yang didorong oleh kebijakan pemerintah.” ujar Khendra. 

Ia meyakini meski valuasi saat ini relatif mahal, investor masih bersikap positif terhadap ESSA. Sebab, ESSA masih memiliki potensi positif jangka panjang. 

“Saham ESSA tetap menarik bagi investor dengan prospek jangka menengah dan panjang dengan target resistensi 1.090,” ujarnya. 

Miftah Al Khair, analis tiga dolar Kiom Securities Indonesia, pun memberikan penilaian positif terhadap kinerja ESSA tahun ini. Namun, kata Muftakhel, pendapatan ESSA akan menurun pada paruh pertama tahun 2024. 

“Laba bersih ESSA benar-benar meningkat secara signifikan,” kata Muftakhal, “yang menunjukkan bahwa operasional perusahaan efisien.” 

Muftakhal menilai angka saham ESSA meski saat ini tergolong overvalued, namun berpotensi bangkit kembali. 

Namun, masih banyak keuntungan menjelang akhir tahun, dengan ESSA diperdagangkan pada target harga beli Rp 985 per saham, ujarnya. 

Sementara itu, Panin Securitas Rizal Nur Rafly, analis riset ekuitas, mengatakan kinerja ESSA akan terdongkrak oleh turunnya harga gas alam di Amerika Serikat akibat badai tersebut. 

Di sisi lain, ia meyakini rencana pemerintah membuka pasokan impor LNG bisa menjadi katalis bagi kegiatan ESSA. 

Ia mengatakan, “Karena dengan meningkatnya gas maka harga bahan baku juga akan turun sehingga akan meningkatkan keuntungan ESSA.” 

Seperti diberitakan sebelumnya, penerbitan usaha patungan Garibaldi ‘Boy’ Tohir dan TP Richmat berhasil menghasilkan laba bersih sebesar $20,6 juta pada Q1 2024/1/2, meningkat sebesar 418% dari tahun ke tahun (y-o-y). 

Peningkatan laba bersih ini erat kaitannya dengan tren harga amonia pada kuartal II-2024 dari $297 per ton menjadi $334 pada kuartal II-2023.

Namun, ESSA melaporkan pendapatan perusahaan sebesar $151,6 juta pada paruh pertama tahun 2024, turun 10% dari $168,2 juta pada periode yang sama tahun 2023. 

Meski demikian, ESSA mampu meningkatkan EBITDA menjadi 61,6 juta dolar, meningkat 48% dibandingkan tahun sebelumnya karena produktivitas dan efisiensi ekonomi. 

“Dengan berhasilnya penyelesaian operasi pemeliharaan fasilitas sementara yang direncanakan yang berlangsung selama hampir dua minggu, pabrik amonia beroperasi pada tingkat produksi dan efisiensi yang optimal,” kata manajemen ESSA dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat. 12/7/2024). 

ESSA mencatat volume produksi amonia pada semester I/2024 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Sedangkan pabrik pengolahan LPG mencapai 5 tahun beroperasi tanpa trip pada kuartal II tahun 2024. 

Sejalan dengan itu, harga amonia menunjukkan tren kenaikan pada triwulan II tahun 2024. ESSA memperkirakan harga amonia pada sisa tahun 2024 akan stabil atau lebih tinggi dibandingkan harga Semester I/2024. 

Sementara itu, harga LPG tetap berada di atas harga terendah musiman karena pengurangan produksi minyak secara sukarela oleh OPEC+. 

“ESSA selalu terus menjajaki peluang baru yang selaras dengan misinya untuk memaksimalkan nilai pemegang saham,” tulis manajemen. 

Kepala ESSA Mengumumkan Pembaruan Proyek Amonia Biru

Dalam wawancara dengan Baines awal September 2024, CEO ESSA Kanishk Laroia mengatakan, kinerja keuangan perseroan pada semester II/2024 hampir sama dengan hasil semester I tahun ini.

“Juga kalau kita lihat pasar amoniak dan LPG di semester II tidak akan banyak. Mulai tahun 2022 hingga 2023, jackpotnya karena perang di Rusia dan Ukraina, dan komoditas lainnya juga akan naik,” dia menjelaskan. 

Di sisi lain, Kanshak menginformasikan perkembangan rencana proyek Blue Ammonia yang sedang dipelajari ESSA. Menurut dia, kajian proyek tahap kedua sedang berjalan dan akan selesai pada bulan ini. Dari sana, manajemen ESSA meninjau kelayakan proyek dan struktur biaya, serta aspek rinci lainnya dari proyek tersebut. 

Selain menunggu biaya akhir proyek, Kanishk mengatakan perseroan masih menunggu aturan ekstraksi yang diharapkan keluar pada tahun ini. Peraturan tersebut adalah Petunjuk Teknis Menteri ESDM Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon pada Usaha Migas serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon Tahun 2023.

“Menurut kami, batas atas kebutuhan investasi mungkin sekitar 200 juta dolar,” ujarnya. 

Kanishk menambahkan, saat ini produk amonia biru belum ada pasarnya di Indonesia maupun untuk ekspor. Saat ini ESSA sedang menunggu tawaran pembelian amonia biru dari calon pembeli di Jepang dan Korea Selatan.

Meskipun pasar amonia biru belum terbentuk, ESSA berharap posisi yang jelas pada harga premium untuk produk amonia biru akan terlihat jelas di tahun mendatang. 

Selain amonia biru, Kanishk menambahkan, rencana pengembangan proyek LPG ESSA masih terkendala regulasi harga gas untuk beberapa sektor yang ditetapkan pemerintah sebesar US$6 per MMBTU. Dia menekankan insentif biaya rendah bagi industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku, yang menyumbang lebih dari 60% biaya produksi utama mereka. 

Penafian: Buletin ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel