Bisnis.com, JAKARTA – Virus corona 19 (Covid-19) telah muncul di seluruh lapisan kehidupan secara global pada tahun 2020, termasuk sektor perekonomian. Kata “gembok” tiba-tiba muncul dan menjadi salah satu kata yang paling banyak dicari di kamus saat itu.

Seluruh daerah telah menutup pintu masuk dan keluar pergerakan orang untuk mencegah penyebaran Covid-19. Dampaknya, infrastruktur lumpuh, dunia usaha sepi, perekonomian melambat, pekerja terkena PHK, bahkan pertumbuhan ekonomi melambat.

Indonesia sendiri mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar 2,07% pada akhir tahun 2020 (Badan Pusat Statistik, Kontrol). Padahal, pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan pada kuartal II, justru turun menjadi 5,35%. Tingkat pengangguran pun meningkat dari 5,25% menjadi 7,07%.

Pada akhir triwulan III, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 10,19 persen. Pendapatan pemerintah pasti akan berkurang. Pada bulan Mei, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan negatif sebesar 38,64 persen.

Sebelumnya, selama lima tahun berturut-turut, Indonesia mencapai rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03%, dengan data sebagai berikut: 4,88% pada tahun 2015, 5,03% (2016), 5,07% (2017), 5,17% (2018) dan 5,02%. (2019).

Bekerja sama di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah Indonesia merespons dengan cepat dan efektif. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2020 ini bertujuan untuk menjamin stabilitas perekonomian. Perppu 1/2020 tentang Sistem Keuangan Negara dan Sistem Keuangan untuk Pengendalian Pandemi Virus Corona 19 (Covid-19) dan/atau Ancaman terhadap Perekonomian Nasional dan/atau Sistem Keuangan diterbitkan pada 31 Maret. 2020: Baru-baru ini Perppu 1/2020 diluncurkan setelah disetujui DPR menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020. Payung hukum ini dengan cepat lahir di tengah situasi sulit, mengingat baru pertama kali masuk ke Indonesia dengan membawa Covid-19. 2 Maret 2020

Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) didedikasikan untuk vaksinasi massal (Sumber gambar: Freepic)

Sebagai asas pelaksanaannya, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 “Tentang Pelaksanaan Rencana Pemulihan Ekonomi Nasional” dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk melawan virus Corona 2019 (Covid-19). Paparan ancaman. Rencana Ekonomi Nasional dan/atau Rencana Keuangan untuk Penguatan dan Penyelamatan Perekonomian Nasional (PP 23/2020). Terakhir, PP 23/2020 diperbarui dengan PP 43/2020.

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan cara jitu untuk mempercepat “pemulihan” resesi. Ketika wabah ini melumpuhkan perekonomian, pemerintah menerapkan serangkaian langkah untuk meningkatkan pengeluaran guna menghadapi krisis yang disebabkan oleh guncangan ekonomi.

Batas toleransi defisit anggaran telah dilonggarkan sehingga menjadi lebih dari 3% Produk Domestik Bruto (PDB) selama tiga tahun mulai tahun 2020. Baru pada tahun 2023 ia akan mengembalikan ambang batas defisit APBN. ke tubuhnya. kriteria dasar, yaitu tidak lebih dari 3% PDB.

Pemerintah mendorong pertumbuhan konsumsi untuk mempercepat pemulihan (Kredit gambar: Freepic)

Selain mengeluarkan uang untuk kesehatan, misalnya penyediaan vaksin, pemerintah melalui Direktur Jenderal Pajak (DJP) juga memberikan berbagai insentif kepada dunia usaha melalui pembayaran pajak. Beberapa poin perpajakan antara lain sebagai berikut:

Pertama, Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) mengemban tanggung jawab Pemerintah (DTP) untuk membantu pemberdayaan ekonomi pekerja. PPh Pasal dua puluh satu yang wajib ditarik oleh pemberi kerja, berlaku dengan sistem DTP agar pekerja dapat menikmati gaji secara penuh. Realisasi PPh Langkah 21 DTP peralatan mencapai Rp1,710 miliar pada tahun 2020, meningkat signifikan menjadi Rp4,339 miliar pada tahun 2021 dan turun menjadi Rp2,109 miliar pada tahun 2022, seiring dengan pulihnya situasi perekonomian negara.

Kedua, pajak penghasilan final sebesar 0,5% untuk sektor mikro, kecil, dan menengah (UKM). Volume tersebut terungkap pada tahun 2020 mencapai Rp 671 miliar, meningkat menjadi Rp 801 miliar pada tahun 2021, dan menurun menjadi Rp 178 miliar pada tahun 2022.

Sektor UMKM juga menjadi penerima dana PC-PEN (Kredit gambar: Freepic)

Ketiga, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau DTP atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) untuk penanganan Covid-19. Konsumsi lembaga ini tercatat sebesar Rp1,936 miliar pada tahun 2020, meningkat menjadi Rp4,460 miliar pada tahun 2021, dan menurun menjadi Rp1,720 miliar pada tahun 2022. Bekerja sama dengan Biro Bea dan Cukai (DJBC), impor alat kesehatan diusut. dan vaksinasi meningkat.

Keempat, tempat lain untuk menunda kewajiban membayar pajak atau mempercepat pengembalian PPN awal, untuk menjamin arus kas kepada wajib pajak. Berbagai pengaturan tersebut antara lain pembebasan Pasal 22 dari pajak masukan atas impor; mempercepat pengembalian PPN awal; Pembebasan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 atas impor barang dan peralatan untuk pengendalian Covid-19. Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pemberian pelayanan pengobatan Covid-19; dan menurunkan tarif pajak penghasilan pasal 25. Hasil pengalaman nyata

Berkat perumusan kebijakan fiskal yang tepat, hati-hati dan terhormat, termasuk insentif produk perpajakan, perekonomian Indonesia telah “pulih” dari pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi kembali menggembirakan dengan pertumbuhan sebesar 3,70% pada tahun 2021, 5,31% (2022), dan 5,05% (2023). Hingga semester I tahun 2024, kita masih menikmati pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 4,92% (Badan Pusat Statistik, Manajemen).

Target penerimaan pajak telah terpenuhi selama tiga tahun berturut-turut. Pada tahun 2021, DJP mencatatkan penerimaan perpajakan sebesar Rp1.231,87 triliun (100,19% dari target). Selama dua tahun berturut-turut, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.716,8 triliun pada tahun 2022 (115,6%) dan Rp1.869,2 triliun pada tahun 2023 (102,8%).

Berdasarkan laporan hasil survei PEN terhadap 1.492 responden (2020), mayoritas responden menilai kenaikan pajak dari program PEN sangat bermanfaat. Sebanyak 36% responden berpendapat PEN bermanfaat dan 61% responden berpendapat sangat bermanfaat.

Selain itu, responden tertarik untuk memanfaatkan manfaat perpajakan dari program PEN. Sekitar 34% responden yakin mereka tertarik untuk mendaur ulang kredit pajak, dan 63% responden yakin mereka tertarik untuk mendaur ulang kredit pajak.

Gambar 1: Rata-rata persentase insentif pajak

                                                                 

Gambar 2: Nilai rata-rata peningkatan manfaat pajak, kemauan melakukan daur ulang dan insentif pajak

Sumber: Laporan Hasil Survei PEN Tahun 2020

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel