Bisnis.com, Jakarta – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo melaporkan peningkatan aset sebesar 6% atau Rp 123,2 triliun setelah 3 tahun. 

Direktur Utama PT Pelindo Arif Suhartono mengatakan beberapa proyek strategis seperti Makassar New Port dan Bali Sea Tourism Center turut berkontribusi meningkatkan aset Pelindo. Tak hanya itu, pembangunan Tol Sibitung-Silinsing serta Terminal Kalibaru di Jakarta tengah berjalan.

Selain itu, Pelindo berhasil mengoperasikan Belawan New Container Terminal (BNCT) di Medan yang berkontribusi positif terhadap pertumbuhan aset perseroan.

Tiga tahun setelah merger pada 1 Oktober 2021, aset Pelindo tumbuh 6% menjadi Rp 123,2 triliun pada pertengahan tahun ini, ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (10/11/2024).

Dijelaskan Arif, fokus utama Pelindo pasca merger adalah memastikan efisiensi waktu pelayaran (port Dwell Time) dan perseroan menjamin kenyamanan jaringan logistiknya, khususnya kapal peti kemas berjadwal.

Saat ini akan terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam pengurangan pelabuhan, baik infrastruktur, organisasi, dan sumber daya manusia.

“Logistik maritim, khususnya pelayaran peti kemas, direncanakan sejak kedatangan dan keberangkatan kapal. Hal yang sama akan terjadi di pelabuhan berikutnya, sehingga jika tidak stabil maka seluruh perencanaan industri pelayaran akan terganggu, kita harus melakukannya. tunggu ini,” jelasnya.

Secara formal, selanjutnya Pelindo telah mampu memperbaiki proses berbasis perencanaan dan manajemen, mengembangkan sumber daya manusia, dan memperbaiki infrastruktur pasca merger.

Selain itu, Pelindo juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas bongkar muat, misalnya produktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sorong melonjak dari yang awalnya 10 BSH (per kontainer per jam) menjadi rata-rata 25 BSH.

Layanan kontainer dan non-kontainer yang terstandarisasi telah berkontribusi terhadap pengurangan biaya logistik nasional dengan mengurangi penundaan pelabuhan.

Misalnya, sebelum merger, waktu transit kapal di pelabuhan Sorong bisa mencapai 72 jam. Kini, berkat perubahan tersebut, rata-rata lama tinggal di pelabuhan bisa mencapai 24 jam. Mengapa ini penting? Mengurangi penundaan pelabuhan tidak hanya mempercepat aktivitas bongkar muat, tetapi juga menjaga stabilitas logistik maritim.

Docking dan keberangkatan kapal lebih cepat, memastikan kelancaran operasional rantai pasokan tanpa penundaan, yang pada akhirnya menjaga jadwal kapal dan efisiensi jaringan pelabuhan.

Asisten Deputi Bidang Jasa Logistik Kementerian BUMN Desty Arlaini mengatakan, tidak ada waktu untuk melakukan pemulihan setelah merger disetujui karena merger bukanlah tujuan akhir.

Persatuan adalah awal dari perubahan dan perubahan tidak ada habisnya, kata Desty.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA