Bisnis.com, JAKARTA – Program Perdana Menteri Prabowo Subianto disebut berpotensi bebas paten sehingga membutuhkan tambahan susu sebanyak 3,6 juta ton.

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, kapasitas produksi susu segar dalam negeri saat ini sebesar 1 juta ton per tahun. Angka tersebut setara dengan 21% kebutuhan susu segar di Indonesia. Kemudian sisanya, sekitar 3,7 juta ton atau setara 79% susu segar dipasok dari impor.

“Untuk kebutuhan susu Program Makan Siang Gratis dibutuhkan tambahan 3,6 juta ton. Sehingga total kebutuhan susu [Reguler dan Makan Siang Gratis] mencapai 8,5 juta botol,” kata Khudori kepada Bisnis, Kamis (10/). 10/2024).

Di sisi lain, Kementerian Pertanian (Kementan) juga berencana beternak satu juta ekor sapi perah pada tahun 2025-2029. Diproyeksikan dengan produksi lebih dari satu juta sapi perah yang ada, total produksi susu bisa mencapai 8 juta ton susu atau 96% dari kebutuhan normal dan pakan gratis.

Namun, Khudori menjelaskan, untuk menghasilkan angka susu sapi, diperlukan implementasi di lapangan. Menurutnya, memindahkan satu juta ekor sapi perah juga menjadi tantangan tersendiri.

“Pertama siapa yang impor? Dari pemerintah berapa anggarannya. Dari pihak swasta siapa yang mau? Karena tentu bersaing dengan perusahaan produksi susu yang sudah ada,” jelasnya.

Ia pun menanyakan siapa yang akan menemukan 1 juta sapi laktasi tersebut dan di mana bisa ditemukan. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan jutaan sapi perah impor, diperlukan kerja sama dengan produsen. Demikian pula, pengaturan dengan importir untuk mengimpor produk akan menguntungkan kedua belah pihak.

Khudori juga meminta agar dibuat peraturan agar Jamuan Makan bisa menjadi sistem pelayanan gratis. Selain itu, lanjutnya, industri susu sudah bebas mengimpor susu.

Permasalahan selanjutnya adalah memastikan susu yang dihasilkan dari sapi perah impor dapat berdaya saing dan diterima oleh industri susu, khususnya untuk memenuhi Diet Makanan Gratis. “Hampir bisa dipastikan harga susu impor dan komponennya lebih murah,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel