Bisnis.com, Jakarta – Permintaan susu segar di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan, kata Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM). Namun permintaan terhadap susu segar belum mampu mengimbangi produksi susu dalam negeri yang masih sedikit.

Ahmad Zabadi, perwakilan kerjasama, mengakui kehadiran industri susu Tanah Air saat ini kurang dari 20%, terutama peternak sapi perah yang berkontribusi terhadap permintaan susu dalam negeri.

“Permintaan susu semakin meningkat. Ada kedai kopi dan kafe di mana-mana. Anak muda sekarang banyak yang suka susu dan harus menggunakan susu untuk minum kopi. “Permintaan susu meningkat signifikan,” kata Ahmed Kamis (2024) di Auditorium Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Jakarta, 10 Oktober 2019.

Lebih lanjut, Ahmed mengungkapkan, Indonesia tiga tahun lalu dilanda penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyebar hingga ke peternakan sapi. Situasi ini mempunyai dampak luas terhadap produksi susu di Indonesia.

“Dua tahun lalu, berdasarkan data yang kami miliki, kami memperkirakan setidaknya 40% produksi susu di Indonesia dilakukan oleh peternak kecil,” ujarnya.

Memang benar, Ahmed mengatakan bahwa peternak sapi perah adalah bagian dari masyarakat yang stabil secara ekonomi tetapi mereka semakin berada di bawah garis kemiskinan karena epidemi penyakit mulut dan kuku. Ia juga mengatakan ribuan sapi mati dan produktivitasnya menurun.

“Data menunjukkan ratusan sapi pingsan dan mati setiap hari, dan produktivitas sapi hidup turun hingga 80%,” ujarnya.

Namun, ia juga mengakui bahwa pasca merebaknya penyakit mulut dan kuku, produksi susu masih belum pulih karena terbatasnya kapasitas pemulihan peternak sapi perah kecil, terutama kendala finansial.

Secara keseluruhan, kata dia, sapi yang dikelola koperasi susu jauh dibandingkan yang dikelola secara industri. Kendati demikian, Ahmed mengatakan peran koperasi susu Indonesia merupakan tonggak penting meski jumlahnya mengalami penurunan signifikan.

“Seperti yang saya sampaikan, pada masa Orde Baru kontribusi Koperasi Susu Nasional mencapai lebih dari 50 persen secara nasional dan hampir menyamai kontribusi industri pengolahan susu [IPS],” ujarnya.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menyoroti dampak faktor-faktor seperti pemberian pakan, segregasi dan ketersediaan lahan terhadap perkembangan produksi susu. Selain itu, biaya logistik juga dikatakan tinggi.

“Tapi ternyata di seluruh negeri, karena ketersediaan pakan ternak masih belum dikaitkan dengan produksi susu, hal ini juga menyebabkan biaya logistik sangat tinggi,” ujarnya.

Untuk itu, ia menilai perlu dibangun ekosistem yang utuh untuk pengembangan produksi susu nasional. Namun, seperti saat ini, lahan yang beralih fungsi menjadi bangunan dan rumah berdampak pada terbatasnya ketersediaan lahan.

Selain itu, Ahmed juga mengakui adanya tantangan dan impor khususnya susu bubuk dan susu bubuk yang berdampak negatif.

Bahkan, ia mengungkapkan produksi susu beberapa koperasi terpaksa dibuang karena IPS sudah tidak mampu menyerap lagi karena harganya yang terlalu murah, dan permintaan IPS sudah bisa dipenuhi melalui susu bubuk impor.

“Jadi data hari ini persediaan susu nasional kita sudah 80%.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel