Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai tak berniat meraih tambahan belanja negara sebesar Rp300 miliar dengan memungut pungutan pajak dan mengakhiri transfer pricing.

Manajer riset Center for Tax Analysis Indonesia (CITA) Fajri Akbar menjelaskan, besaran pajak yang akan dipungut bisa dilihat dari laporan tahunan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Pada 2022, lanjutnya, pemungutan pajak bruto “hanya” Rp 67,86 triliun.

Sementara itu, Fajri mengatakan belum ada data resmi mengenai penghindaran pajak melalui transfer pricing. Namun, ia yakin transfer pricing bisa diatasi dengan penerapan Pilar 2 atau Pajak Minimum global.

Oleh karena itu, kalaupun pemerintah berhasil menagih pajak yang terutang dan menghentikan transfer pricing, pendapatan negara yang dihasilkan tidak akan mendekati Rp 300 triliun.

“Jadi kalau menggunakan uang kena pajak dan transfer pricing untuk mendapat tambahan pendapatan Rp 300 miliar, menurut saya tidak masuk akal,” kata Fajri kepada Bisnis, Kamis (10/10/2024).

Sebelumnya, anggota dewan pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Dradjad Wibowo menyatakan, tahun depan, pemerintahan Prabowo kekurangan dana sekitar Rp300 miliar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

Oleh karena itu, dia menyatakan, tim ekonomi Prabowo telah mengidentifikasi sumber pajak yang tidak dipungut dan tidak terpakai untuk menutupi kekurangan dana sebesar Rp 300 miliar.

“Belanja negara kita [tahun 2025] Rp 3,6 triliun. Setidaknya kita membutuhkan Rp 3,9 triliun. Jadi ada defisit Rp 300 miliar. “Dan ngomong-ngomong, kami menemukan ada pajak yang tidak dipungut dan sumbernya belum digali,” ujarnya saat ditemui di Le Meridien, Rabu (10/9/2024). 

Drajad mencontohkan potensi tersebut, misalnya dari kasus perpajakan yang sudah selesai. Wajib Pajak sudah mengajukan banding namun sering kalah dan tidak ada kemungkinan peninjauan kembali (PK). 

Lebih lanjut dia menyatakan, MA secara umum telah memutuskan untuk membatalkan perkara tersebut dan wajib pajak (WP) sudah membayar kewajiban pajaknya namun belum melunasinya. 

Bahkan, diakui Drajad, masih banyak wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya selama 10 hingga 15 tahun. Namun Drajad enggan membeberkan lebih detail mengenai statistik tersebut. 

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah transfer pricing. Jika lebih banyak langkah yang diambil maka pendapatan negara bisa meningkat.

“Sebenarnya yang saya inginkan jauh lebih besar [Rp 300 triliun]. Mengerikan sekali, Pak Hashim [adik Prabowo Hashim Djohadikusumo] yang baru ditawarkan Rp 300 miliar, angka Rp 300 miliar itu yang akan kita pakai, ujarnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel