Bisnis.com, NUSA DUA – Penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah yakni sebesar 2,59% pada tahun 2023. Angka tersebut masih tertinggal jauh dari negara lain, misalnya Malaysia 4,8%, Australia 3,3%, Brazil 3,3%, Jepang 7,1%, Singapura 11,4% , dan Afrika Selatan 12,6%. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan Indonesia menghadapi tantangan penetrasi, terutama karena karakteristik negara yang terdiri dari ribuan pulau.

Deputi Komisioner Pengawasan Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Iwan Pasila mengatakan, permasalahan penetrasi tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, namun juga wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 

Menurut Iwan, digitalisasi di industri asuransi penting untuk menjangkau seluruh wilayah di Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan penyebarannya. 

“Kami melihat tantangan utamanya adalah memiliki infrastruktur digital yang kuat. Makanya kami mendorong perusahaan [asuransi] untuk terus berkembang secara digital, karena digital mencakup jarak, ini menjadi masalah karena Indonesia adalah negara kepulauan,” kata Iwan pada saat itu. konferensi pers Indonesia Rendezvous 2024 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (10/10/2024). 

Iwan menegaskan, penerapan teknologi digital tidak hanya membantu perusahaan asuransi menekan biaya, tetapi juga berperan dalam mengurangi risiko, khususnya risiko penipuan. Dengan digitalisasi, Iwan mengungkapkan perusahaan asuransi bisa berinteraksi langsung dengan konsumen tanpa melalui perantara yang sebelumnya menaikkan biaya. 

Selain itu, digitalisasi juga memungkinkan peningkatan pemantauan dan pengendalian terhadap agen dan perantara yang terlibat dalam sistem asuransi. OJK kini menyerukan registrasi agen asuransi secara digital sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan. Dengan registrasi agen yang transparan dan terpantau secara digital, risiko penipuan atau penyalahgunaan wewenang oleh perantara dapat diminimalisir.

“Agen ini mempunyai peran penting dalam memastikan bahwa kualitas yang masuk ke dalam perusahaan asuransi adalah kualitas yang dapat dipertahankan, dan jika kualitas yang masuk sudah baik, kami mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan manajemen risiko dengan baik, maka hasilnya pasti bagus,” kata Iwan. 

Selain itu, Iwan mengatakan OJK juga mendorong perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk asuransi yang sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Iwan mencontohkan, produk asuransi kecelakaan diri merupakan salah satu jenis produk yang mudah dipasarkan secara digital. 

“Kami juga mendorong perusahaan untuk mencoba menghasilkan produk sederhana yang dapat dipasarkan secara digital,” kata Iwan. 

Namun Iwan juga mengingatkan, kemudahan pemasaran digital harus diimbangi dengan proses klaim yang juga mudah dan cepat. Menurutnya, jika proses perkara tidak dipermudah justru akan menghambat pertumbuhan penetrasi asuransi di Indonesia.

“Kami tidak ingin penetrasi digital tinggi, tapi proses klaimnya masih konvensional,” ujarnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel