Bisnis.com, Jakarta – Devaluasi yang terjadi di Indonesia selama 5 bulan berturut-turut justru dapat menyebabkan peningkatan kredit bermasalah (NPL) di perbankan. 

Berdasarkan data tersebut, Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada bulan Mei (0,03%), Juni (0,08%), Juli (0,18%), Agustus (0,03%) dan September (0,03%). 12%) 

Sementara NPL bank umum mengalami tren penurunan, pada Mei 2024 total NPL mencapai 2,34%, Juni 2024 sebesar 2,24%, dan Juli dan Agustus 2024 sebesar 2,27% dan 2,26%. Sedangkan pada Desember 2023, NPL perbankan industri secara keseluruhan berada pada angka 2,19 persen.

Namun, ekonom Institute for Economic and Financial Development (INDEF) Abdul Manap Pulungan mengatakan devaluasi akan berdampak langsung pada kinerja bank. Dia mengatakan penurunan suku bunga memiliki efek serupa pada pengajuan pinjaman.

“Kalau dari sisi permintaan kredit, kalau ada penurunan harga berarti daya belinya rendah. Jadi kalau daya belinya rendah berarti masyarakat mengurangi konsumsinya,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/10). /2024). . 

Jadi ketika pasokan menurun, maka permintaan terhadap produk industri juga menurun. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang kini berada di bawah 50. Pada September 2024, berada di 49,2.

“[PMI] sekarang di bawah 50, itu menunjukkan dunia usaha kita tidak optimis terhadap masa depan,” ujarnya. 

Kemungkinan lainnya, lanjut Abdul, para pedagang menunggu dan mencermati pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang.

Apalagi jika permintaan di suatu industri menurun maka kapasitas industri tidak akan optimal dan beroperasi di bawah tingkat optimal. Oleh karena itu, bila hal-hal tersebut terjadi maka menghambat perluasan usaha yang pada akhirnya mengurangi penggunaan tenaga kerja.

“Konsumsi tenaga kerja di industri adalah jumlah pekerja harian yang besar, artinya jika hal ini terjadi maka daya beli mereka akan menurun, ketika mereka tidak masuk kerja,” tuturnya. 

Ia menegaskan, permasalahan likuiditas bisa menjadi ancaman besar bagi perbankan. 

Namun, kata Abdul, tergantung situasinya, ketika harga diturunkan, masyarakat mengerem pengeluaran, dan sebaliknya, situasi ini meningkatkan kemampuan membayar pada tingkat yang berbeda.

Artinya harus dilihat dua konsep, konsep makro dan konsep individual. Tapi saya lebih suka melihat dari sudut pandang makro, turunnya harga karena berkurangnya orang. Jadi orang tidak punya uang. untuk membeli.” 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA