Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian melaporkan buruknya kondisi produksi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lain.

S&P Global menyebutkan indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia masih turun menjadi 49,2 dari 50 pada September 2024, meski indeks aktivitas manufaktur naik tipis dari 48,9 pada bulan lalu. 

Menurut Rektor Kementerian Perindustrian, Eko S. Cahyantho, kondisi manufaktur global masih memprihatinkan. Hal ini juga tercermin pada indeks manufaktur negara seperti China dan Australia yang berada di zona kontraksi. 

Selain Tiongkok dan Australia, Eco juga menunjukkan bagaimana PMI manufaktur terpuruk di negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Misalnya, PMI manufaktur Vietnam turun menjadi 47 dari 52.

Dikatakannya, tidak hanya Vietnam saja, namun beberapa negara Eropa juga mengalami hal yang sama, meski tidak seserius Vietnam.

“Hanya dua yang naik, Indonesia dan Filipina. Myanmar sudah naik, tapi masih turun.” Sisanya lebih rendah [PMI manufaktur],” ujarnya.

Eco juga menegaskan, meski PMI manufaktur Indonesia masih berada di zona kontraksi, namun kondisi mulai membaik. Hal ini menunjukkan optimisme pengusaha dalam negeri mulai tumbuh dibandingkan beberapa bulan lalu.

“Hal ini menunjukkan adanya optimisme di kalangan pelaku usaha bahwa mereka melihat potensi,” kata Eco.

Paul Smith, kepala ekonom di S&P Global Market Intelligence, mengatakan sektor manufaktur Indonesia masih lesu pada bulan September karena kondisi makroekonomi global. 

“Dengan penjualan luar negeri hampir 2 tahun sejak laporan terakhir, itu menonjol dalam statistik,” kata Paul dalam keterangan resmi Selasa (10/1/2024). 

Oleh karena itu, wajar jika perusahaan bereaksi dengan mengurangi aktivitas pembelian dan memilih menggunakan persediaan untuk menghemat biaya dan efisiensi operasional.

“Tetapi perusahaan terus menambah jumlah pekerjanya sebagai persiapan menghadapi masa-masa yang baik,” tambahnya.

Paul mengatakan para pengusaha masih berharap kondisi bisnis dan perekonomian lebih stabil pada tahun depan. Optimisme terhadap prospek masa depan meningkat ke level tertinggi dalam 7 bulan pada bulan September. 

Menurut laporan S&P Global, aktivitas perekonomian sektor manufaktur Indonesia tetap berada pada laju penurunan di bulan September, yang mengindikasikan penurunan lebih lanjut dalam output dan permintaan baru. 

Persediaan juga tampak sedikit meningkat, karena perusahaan mengurangi aktivitas pembelian karena berkurangnya permintaan pasar. 

Dalam hal harga, biaya input meningkat tajam, yang sebagian mencerminkan melemahnya nilai tukar, meskipun inflasi merupakan yang terlemah dalam satu tahun. 

Untuk pertama kalinya sejak Juni 2023, harga diturunkan sedikit, terutama sebagai respons terhadap kondisi pasar yang lebih tenang.

Panelis menjawab bahwa permintaan pasar masih lesu dan aktivitas pelanggan lebih rendah dibandingkan tahun ini. Penurunan permintaan manufaktur global telah mempengaruhi penjualan luar negeri. 

Data terakhir menunjukkan ekspor baru turun tajam sejak November 2022 dan selama 7 bulan berturut-turut. Penurunan produksi yang moderat dan pesanan baru membatasi aktivitas pembelian, sehingga turun selama 3 bulan berturut-turut. 

Pada saat yang sama, terjadi juga keterlambatan pengiriman, yang dibuktikan dengan bertambahnya waktu pemrosesan. Kesulitan pengiriman menyebabkan peningkatan kecil dalam persediaan. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA