Bisnis.com, JAKARTA – Investor asing mencatatkan aksi jual bersih di pasar reguler sebesar Rp 4,3 triliun dalam sepekan. Analis melihat aksi jual ini dipengaruhi oleh stimulus yang diberikan pemerintah China dan bank sentral China.

Kepala Riset Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menjelaskan, penurunan IHSG khususnya pada pekan lalu salah satunya disebabkan oleh masuknya asing yang relatif besar.

“Pelaku pasar luar negeri bisa mentransfer dananya ke pasar saham China dan Hong Kong, seiring kinerja kedua indeks tersebut menguat signifikan pada pekan lalu,” kata Sukarno, Senin (30/9/2024).

Sebagai informasi, pada pekan lalu Indeks Hang Seng di Hong Kong tercatat menguat sebesar 13% dalam seminggu dan Indeks Komposit Shanghai Stock Exchange (SSE) di China juga menguat sebesar 12,81% dalam sepekan terakhir.

Sukarno menjelaskan, salah satu penyebab larinya dana investor asing ke indeks China-Hong Kong karena adanya dorongan bank sentral China terhadap pasar real estate dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, lanjut Sukarno, dari segi valuasi, indeks Shanghai dan Hang Seng juga relatif murah dibandingkan IHSG.

Lebih lanjut, Sukarno mengatakan jika investor ingin melakukan rotasi, dalam jangka pendek menurutnya sektor energi dan bahan baku terkait komoditas dan mineral bisa dilirik. Saham-saham pilihan dari sektor komoditas dan mineral antara lain ANTM, MDKA, TINS, MEDC, ADMR, ADRO, dan PTBA.

Selain itu, kata dia, ketika tekanan jual mulai terjadi, menarik untuk memperhatikan saham-saham perbankan seperti BBRI, BBNI, dan lainnya. Sukarno juga menilai sektor infrastruktur seperti TLKM dan EXCL menarik untuk dirotasi sektornya saat ini.

Sebelumnya, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menjelaskan, konsolidasi pasar pada pekan lalu disebabkan oleh menguatnya IHSG yang kenaikannya cukup signifikan dan China yang mengumumkan stimulus cukup besar.

“Sampai kapan tren konsolidasi ini akan berlanjut? Kita juga perlu mencermati hal-hal lain, seperti apakah stimulus ini berubah dengan memasukkan stimulus fiskal, karena jika hanya berupa uang, reli pasar saham China tidak akan memakan waktu lama. ” kata Joezer. 

Joezer juga mengatakan, dari segi valuasi, meski ada risiko ambil untung, valuasi pasar saham Indonesia masih menarik. Ia melihat dengan membaiknya neraca perdagangan Indonesia, seharusnya pasar saham Indonesia juga diuntungkan secara fundamental, meski ada sebaran sentimen.

Joezer mengamati hal serupa terjadi pada akhir tahun 2022, ketika Tiongkok membuka kembali perekonomiannya.

Namun, lanjutnya, outflow tersebut terjadi karena alasan fundamental, yaitu di satu sisi ekspektasi harga komoditas akan kembali normal pada tahun 2023, dan pertumbuhan EPS akan melambat.

Sementara yang terjadi pada tahun ini trennya sudah berubah, harga komoditas melambat dan pertumbuhan EPS meningkat.

“Pada Desember 2022, pasar melihat valuasi PE sebesar 15 kali, saat ini pasar melihat valuasinya masih di 12-13 kali PE, jadi menurut saya risiko konsolidasi akan besar,” kata Joezer.

__________

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel