Bisnis.com, JAKARTA – Pengenaan cukai hasil tembakau (CHT) dinilai tidak efektif menurunkan tingkat konsumsi rokok masyarakat. Lebih lanjut, fungsi CHT saat ini dinilai memiliki tujuan lain: meningkatkan pendapatan negara.

Direktur Utama Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, kebijakan cukai hanya menggeser rokok konsumsi dari Golongan I ke Golongan II dan III yang dinilai lebih murah. 

“Pemerintah ini tidak ada niat untuk mengurangi konsumsi rokok. Makanya peran cukai berubah. Pajak sudah menjadi sumber pendapatan,” kata Piter kepada wartawan, dikutip Jumat (27/9/2024). 

Hal ini terlihat dari realisasi pendapatan CHT atau rokok sepanjang tahun ini hingga Agustus 2024 yang mencapai Rp132,8 triliun atau tumbuh 5% secara tahunan (yoy/yoy). Realisasi CHT mendominasi penerimaan cukai yang mencapai Rp 138,4 triliun

Dalam hal ini, Piter menilai pemerintah belum menunjukkan upaya lain untuk mengurangi konsumsi rokok. Selain itu, kenaikan pajak rokok dalam beberapa tahun terakhir tidak secara signifikan mengurangi prevalensi merokok, namun masih tetap tinggi. 

Merujuk data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tercatat perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dimana 7,4% diantaranya berusia antara 10 hingga 18 tahun.

Anak-anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok terbesar. Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, prevalensi merokok di kalangan anak sekolah usia 13 hingga 15 tahun meningkat dari 18,3% (2016) menjadi 19,2% (2019). 

Sedangkan data SKI 2023 menunjukkan kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbesar (56,5%), disusul kelompok usia 10-14 tahun (18,4%).

“Pencegahan atau pengurangan konsumsi rokok tidak bisa dicapai melalui cukai. Masyarakat akan mengurangi konsumsi rokok ketika tempat merokok terbatas,” ujarnya. 

Dalam hal ini, dia menyebutkan peraturan daerah (Perda) yang bisa mengatur penataan fisik rokok di ruang publik. Untuk pelaksanaannya, mempertimbangkan perlunya sanksi dan denda bagi yang melanggar. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel