Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha menilai keinginan pemerintah untuk mengubah sumber energi pengolahan mineral atau smelter dari pembangkit listrik tenaga batubara menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT) sulit terwujud dalam waktu dekat.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), Haykal Hubeis, mengatakan industri masih menghadapi banyak tantangan dalam mengganti sumber listriknya dengan pembangkit listrik EBT. 

“Kalau ditanya kesiapan dari sisi smelter, jawabannya sebagian besar smelter belum siap,” kata Haykal kepada Bisnis, Jumat (27/9/2024). 

Setidaknya ada tiga alasan mengapa industri smelting saat ini belum mampu mengkonversi penggunaan listriknya ke EBT. Pertama, perlunya investasi atau permodalan untuk infrastruktur baru yang mendukung sumber energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan panas bumi. 

Adaptasi teknologi berbasis batu bara dan peralatan utama berbasis EBT memerlukan investasi yang tidak murah dan tidak mudah, terutama bagi smelter skala menengah.

Kedua, karena konsumsi energi di smelter sangat tinggi, maka stabilitas pasokan menjadi penting, jelasnya. 

Di sisi lain, ia juga mencontohkan banyak temuan yang menunjukkan stabilitas pasokan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin belum mencapai tingkat keandalan batubara.

“Jadi wajar jika operator smelter ragu apakah EBT bisa menjamin pasokan energi yang konsisten,” imbuhnya. 

Ketiga, kesiapan infrastruktur pendukung EBT, seperti jaringan listrik atau penyimpanan energi, dinilai masih terbatas di banyak wilayah lokasi smelter. 

“Jadi menurut saya meskipun secara umum ada keinginan untuk beralih ke EBT untuk mendukung kelestarian lingkungan dan peraturan pemerintah, sebagian besar pelaku industri masih meragukan kesiapan mereka sendiri,” jelasnya. 

Tak hanya itu, tantangan lainnya adalah bagaimana pemerintah menghadirkan regulasi dan kebijakan terkait EBT itu sendiri, khususnya terkait tarif di sektor industri. 

Selain itu, tantangan sumber daya manusia (SDM). Sebab, teknologi berbasis EBT membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian khusus.

“Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa penerapan EBT pada industri peleburan di Indonesia memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup koordinasi antara pemerintah, industri, dan penyedia teknologi dan energi,” jelasnya.  

Selain itu, sumber daya energi yang diperlukan untuk kapasitas produksi smelter berbeda-beda, semakin tinggi kapasitasnya maka semakin tinggi pula energinya. Jenis bahan baku mineral yang dimurnikan juga menentukan sumber daya apa yang dibutuhkan dan efisiensi teknis setiap smelter mempengaruhi kebutuhan energi.

“Yang dibutuhkan adalah pasokan energi yang stabil, dukungan infrastruktur, teknologi yang sudah teruji, sumber daya manusia yang kompeten,” jelasnya. 

Tak hanya itu, insentif lain yang dapat mendorong industri peleburan go green antara lain keringanan pajak dan pembebasan bea masuk mesin. 

Haykal juga menyebutkan insentif lain berupa subsidi bagi pihak yang berinvestasi di EBT dan penerapan suku bunga menarik jika terjadi kelebihan pasokan. 

“Insentif yang efektif dan regulasi yang tepat sasaran dapat mempercepat transformasi ini,” tutupnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel