Bisnis.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga pinjaman akan turun sedangkan suku bunga deposito atau tabungan akan meningkat pada Agustus 2024. Jadi apa alasannya?
Ekonom UOB ASEAN Enrico Tanuwidjaja mengatakan, selain sedikit menghambat likuiditas, sejak pertengahan tahun Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi instrumen yang semakin diminati.
Jadi dari sisi pendanaan, artinya mungkin ada pergeseran dana dari investasi. Tapi Bank Indonesia sudah mencermati dan ritel tidak boleh mulai Juni. Korporasi masih baik-baik saja, katanya dalam konferensi pers. pada hari Rabu (25/9/2024).
Menurut dia, kondisi suku bunga kredit yang turun lebih awal dibandingkan deposito bukanlah suatu anomali melainkan bagian dari proses.
Meski likuiditas antar bank dinilai sangat ketat, namun sebenarnya likuiditasnya banyak. Kelebihan likuiditas sistem yang tercermin pada alat likuid dan AL/DPK masih 4% diatas normal dimana rasio normalnya adalah 19%-20%.
“Saat ini DPK di atas Rp 8.000 triliun, artinya kelebihan likuiditas biasanya di kisaran berapa? 20% dari Rp 8.000 [triliun] dan Rp 1.600 [triliun]. Jadi kalau di atas ada 4 poin persentase, berarti 4 poin persentase dikalikan Rp 8.000 [triliun] itu lebih, tapi sebagian besar diparkir di SRBI, ”ujarnya.
Jadi, tampaknya ada perebutan dana untuk mendapatkan investasi meskipun sistem likuiditas secara keseluruhan tetap sehat.
Suku bunga SRBI tenor 6, 9, dan 12 bulan pada 16 Agustus 2024 tercatat masing-masing sebesar 7,05%, 7,14%, dan 7,20%.
Namun suku bunga sarana investasi ini akan turun pada 13 September 2024 dengan suku bunga SRBI 6, 9, dan 12 bulan sebesar 6,99%, 7,09%, dan 7,11%.
Dari sisi likuiditas, berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, ketahanan sistem keuangan negara terjaga baik dan likuiditas perbankan tetap memadai.
Hal ini tercermin dari tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga sebesar 25,37%,” kata Gubernur BI Perry Wargio dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/09/2024).
Lebih lanjut dia menjelaskan, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan tercatat sebesar 26,56% sehingga mampu menyerap risiko dan mendukung pertumbuhan kredit.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan pada Juli 2024 terjaga pada level 2,27% (gross) dan 0,79% (akhir).
Menurut Perry, berdasarkan hasil stress test perbankan terkini, menjaga kapasitas pembayaran dan profitabilitas korporasi mendukung ketahanan permodalan dan likuiditas bank.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan,” imbuhnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel