Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mengungkapkan kondisi likuiditas perbankan nasional masih ketat hingga Agustus 2024 seiring melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Pertumbuhan DPK hanya 7% year-on-year (year/year/yoY), sedangkan kredit tumbuh 11,4% year-on-year.

“Kondisi likuiditas perbankan secara umum masih relatif ketat,” kata Direktur Treasury and International Banking Bank Mandiri Eka Fitria dalam pidato virtual mengenai prospek keuangan Bank Mandiri, Kamis (26 September 2024).

Lanjut Eka, hal itu juga tercermin pada simpanan-pinjaman (LDR) yang meningkat hingga 86,8 persen. Bank menggunakan rasio ini untuk mengukur likuiditas dengan membandingkan pinjaman dan simpanan.

Meski demikian, Banco Mandiri meyakini situasi likuiditas akan terus membaik di akhir tahun. Salah satu pendukungnya adalah kemampuan untuk meningkatkan sumber daya asing dalam menghadapi penurunan suku bunga.

Federal Reserve Bank Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuannya pada pertengahan September. The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) menjadi antara 4,75% dan 5%, sementara BI menurunkan suku bunga acuannya menjadi 6% dari 6,25%.

“Dan dukungan terhadap percepatan dan peningkatan belanja pemerintah sejalan dengan kebijakan pemerintah baru yang diharapkan lebih ekspansif,” lanjut Eka.

Terkait kinerja Banco Mandir sendiri, ia mengatakan perseroan berhasil menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitasnya dengan mencatatkan realisasi kredit pada semester I/2024 sebesar Rp1,532 triliun, meningkat 20,5% dibandingkan tahun lalu. Spread kredit ini melebihi rata-rata sektor perbankan yang sebesar 12,36%. 

“Di tengah ketidakpastian perekonomian global dan tingginya permintaan kredit, Banco Mandiri terus konsisten menjaga kualitas aset dengan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian,” ujarnya.

Sebelumnya, BI memberitakan bahwa DPK perbankan Indonesia akan tumbuh sebesar 7% year-on-year pada Agustus 2024. Deputi Gubernur BI Juda Agung mengisyaratkan, dengan angka tersebut, pihaknya optimistis penyaluran kredit juga akan tumbuh 10-12% pada tahun ini. akhir tahun.

“Kalau kita melihat ke depan seperti apa [pertumbuhan kredit] di sisa tahun ini, pertama-tama, pertumbuhan simpanan masih tinggi di angka 7 persen,” ujarnya dalam konferensi pers hasil Dewan Gubernur BI. Rapat RDG) di Jakarta pada Rabu (18 September 2024).

Selain itu, kata dia, perbankan masih memiliki alat likuid yang besar dibuktikan dengan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 25,37%. Menurut Juda, hal ini berarti proporsi alat likuid Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) berupa Surat Utang Negara (SBN) cukup besar.

Ketiga, pertumbuhan keuangan publik pemerintah biasanya tinggi pada triwulan terakhir tahun 2024. Oleh karena itu, DPK juga berpotensi bangkit, imbuhnya.

Ia menambahkan, BI juga membuka jalur pembiayaan non-DPK melalui Kebijakan Hubungan Keuangan Luar Negeri bank yang disebut juga RPLN. Menurutnya, perbankan bisa memperluas ruangnya dengan menerima sumber daya dari luar negeri.

Terakhir, penurunan suku bunga tentu akan meningkatkan permintaan kredit. Dan biaya layanan perbankan juga semakin murah, ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel