Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga PT Bank Central Asia. Atau BCA (BBCA) mencapai level tertinggi Rp 10.950 pada perdagangan kemarin (24/9/2024). Apa masa depan?

Saham BBCA turun 1,37% menjadi Rp 10.800 di pasaran kemarin setelah mencapai rekor tertinggi menurut RTI Business. 

Sementara pada perdagangan hari ini, saham BBCA menguat 0,46% dan ditutup pada 10.850 per saham. Selain BMRI, BBRI, dan BBNI, tiga bank teratas ditutup melemah, dengan harga saham bank swasta terbesar menjadi satu-satunya yang memperoleh keuntungan.

Sementara saham BBCA menguat 2,12% secara mingguan dan year-to-date (ytd), sedangkan saham BBCA menguat 15,43%.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja tahunan BCA selalu positif. 

Menurutnya, BCA berkomitmen untuk terus menerapkan prinsip kredit konsumer dan pelayanan pada sektor korporasi. 

“BCA juga tetap berkomitmen pada prinsip menjaga likuiditas dan fokus pada kredit bermasalah dalam rangka meningkatkan kemampuan margin bunga bersih [NIM] BCA,” ujarnya kepada Bisnis. 

Pertumbuhan kredit yang akan mencapai dua digit, kata Nafan, tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi BCA.

Selain itu, jika Bank Indonesia terus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi tentu akan meningkatkan likuiditas perbankan, termasuk BCA. Ia juga menawarkan pembelian pinjaman untuk BBCA dengan harga mulai dari Rp 11.00 hingga Rp 12.000.

CEO Joara Financial Planning Gembong Sowito mengatakan ada potensi koreksi karena BBCA sudah mencapai level tertinggi.

“Kami memiliki resistensi 10.950 rubel, jadi kami melakukan koreksi alami dari 10.700 rubel menjadi 10.600 rubel. “Investor asing mulai menjual,” katanya kepada Business.

Sementara itu, Maybank Securities Indonesia sedang mengajukan penawaran untuk membeli BBCA karena likuiditasnya yang melimpah, basis modal yang murah, dan aset aktif. 

“Pertumbuhan utang yang kuat akan mendorong pertumbuhan pendapatan. “Kami mempertahankan estimasi FY25E kami, menaikkan TP menjadi IDR 11,675-IDR 10,500, dengan target P/BV FY25E sebesar 4,78x,” tulis analis Maybank Securities Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad dalam catatan risetnya.

Namun, analis Maybank juga mengatakan risiko pertumbuhan lebih rendah dari perkiraan dan penurunan kualitas kredit yang tidak terduga.

Penafian: Buletin ini tidak dimaksudkan untuk mendorong Anda membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul akibat keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA