Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kerja sama di bidang ketenagalistrikan asing berbasis energi baru terbarukan (EBT), dengan mengutamakan negara yang membutuhkan. 

Menteri Energi dan Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya tidak ada masalah dengan penerbitan lampu hijau. Meski demikian, ia menilai Indonesia tetap perlu berhati-hati dalam mengambil langkah, terutama untuk memastikan bisa maju dalam konteks FTA. 

“Soal ekspor listrik, saat ini kami sedang dikaji oleh Kementerian ESDM, karena semua instrumen regulasinya adalah ESDM. Kami akan siap, kami akan sediakan, tapi bahasanya saya utamakan kepentingan nasional, ”Bahlil in Tahun 2024. Konferensi, Kamis (25/09/2024). 

Dengan mengekspor listrik, menurut Bahlil, nilai dan keunggulan komparatif kompetisi EBT Tanah Air diberikan kepada negara lain. Bahkan, ia menilai Indonesia saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Secara tidak langsung, beliau menyinggung kerja sama ekspor listrik ramah lingkungan antara Indonesia dan Singapura yang baru-baru ini dilakukan, termasuk posisi industri tenaga surya Indonesia dalam pembangunan. 

“Kita memberi masyarakat ketika negara kita tidak mencukupi dan masyarakat membangun pabrik sendiri lalu mengirimkan CO2 ke Indonesia, kita ingin negara kita jadi apa?” kamu punya 

Namun Pak Bahlil menegaskan, ekspor listrik tidak menjadi masalah jika dilakukan dengan baik dan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan negara. 

“Setelah itu kita lihat nilai ekonomi dan manfaatnya bagi negara kita, lalu kita rumuskan ya, nanti pemerintah Indonesia akan membahas negara-negara yang akan dibidik,” jelasnya. 

Sementara itu, Indonesia telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Singapura untuk mengekspor listrik ramah lingkungan dan mengembangkan industri panel surya senilai US$20 miliar. USD atau setara Rp 308 triliun (asumsi nilai tukar Rp 15.423). 

Proyek International Sustainability Forum (ISF) 2024, otoritas Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) memberikan persetujuan bersyarat kepada dua perusahaan Singapura, Total Energies & RGE dan Shell Vena Energy Consortium, untuk memproduksi listrik rendah karbon dari Indonesia. 

Sebelumnya, Singapura juga telah memberikan izin impor listrik dari Indonesia kepada lima perusahaan, yakni Pacific Metcoal Solar Energy, Adaro Solar International, EDP Renewables APAC, Venda RE dan Kepel Energy. EMA memberikan lisensi bersyarat kepada lima perusahaan, mengakui bahwa proyek-proyek ini berada pada tahap pengembangan lanjutan.

“Belum ada, yang ada hanya MoU, MoU yang tidak mengikat, pemahaman. Oh, tidak ada kegagalan, tidak ada kegagalan, semuanya berpotensi baik,” kata Bahlil. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel