Bisnis.com, Jakarta — Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan lembaga baru di infrastruktur pasar keuangan yakni Central Counterparty (CCP) pada 30 September 2024. CCP juga merupakan derivatif return to (OTC) yang diamanatkan G20 reformasi pasar.

CCP terutama diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 21/11/PBI/2019 yang mengatur mengenai pelaksanaan operasi suku bunga kontrak sentral dan derivatif nilai tukar. 

Kepala Departemen Peningkatan Pasar Keuangan BI Donnie Hutabarat menjelaskan, KPK mempunyai tugas utama menjalankan fungsi kliring sentral transaksi pasar uang dan valuta asing (PUVA). 

Dalam hal ini PKC juga berperan sebagai penjamin antara pihak-pihak yang melakukan transaksi. Hal ini untuk mengurangi risiko kegagalan transaksi antar pihak (counterparty risk), risiko likuiditas, dan risiko akibat volatilitas harga pasar. 

Dhoni mengatakan, saat ini baru delapan bank yang menjadi anggota dan pemilik PKC, sehingga belum semua bank bisa meminta untuk melakukan operasi derivatif melalui PKC. 

“Apakah wajib? Kita belum memikirkan, tapi mungkin akan menjadi wajib. Belum semua [bank] yang masuk. Kalau belum semua masuk, akan sulit kita jadikan wajib,” dia dikatakan. Usai media briefing pada Selasa (24/9/2024). 

Delapan bank tercatat sebagai pemilik dengan setoran modal Rp 20 miliar, yakni Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata. Jadi seluruh perbankan menyumbang DKK 160 miliar. Rp ke modal awal CCP yang ditetapkan minimal Rp 400 miliar. Rp. 

Meski belum bersifat wajib, peta jalan atau roadmap pengembangan CCP ke depan berencana memperluas peserta baik dari bank maupun non-bank. 

Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong peserta dengan insentif regulasi untuk memenuhi modal minimum berupa pengurangan kebutuhan modal. 

Jika sebelumnya bank yang melakukan transaksi derivatif dikenakan pajak modal sebesar 50%, dengan bergabung dalam infrastruktur CCP pajak modalnya hanya sebesar 2%. 

“Ini disebut insentif regulasi karena Partai Komunis Tiongkok memitigasi risiko kredit, risiko pihak lawan, risiko likuiditas, dan risiko pasar. Diasumsikan bahwa penyangga modal tidak lagi diperlukan untuk memenuhi modal minimum jika risiko tersebut dimitigasi.” katanya. 

Namun saat ini hanya transaksi DNDF yang dapat diproses melalui CCP. Ke depan, BI akan memperluas jenis transaksi seperti repo, interest rate swap (IRS), dan overnight index swap (OIS). 

Sekadar informasi, pembentukan CCP dilakukan secara konsorsium terbuka dan sesuai dengan praktik terbaik global untuk menjamin keberlanjutan operasional CCP. 

Dimana modal Bank Indonesia senilai Rp40 miliar, perbankan Rp160 miliar, dan Bursa Efek Indonesia (BEI) Rp208,16 miliar. Alhasil, modal awal yang terkumpul sebesar Rp408,16 miliar dari total kebutuhan modal awal sebesar Rp400 miliar. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel