Bisnis.com, JAKARTA – PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mengumumkan pemisahan anak perusahaannya PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) yang bergerak di bisnis batubara termal.

Febriati Nadira, Head of Corporate Communications Adaro Energy, menjelaskan transaksi pemisahan ini rencananya akan dilaksanakan melalui penawaran umum pemegang saham atau PUPS berdasarkan POJK No.76/2017. 

“Saham AAI akan ditawarkan kepada seluruh pemegang saham ADRO yang terdaftar di kemudian hari untuk ditentukan siapa yang memilih membeli saham AAI dari ADRO,” kata Nadira, Senin (23/9/2024). 

Nadira melanjutkan, kesepakatan spin off ini masih dalam rencana. Penerapannya sepenuhnya bergantung pada regulator dan kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan oleh regulator pasar modal, serta persetujuan pemegang saham ADRO dalam RUPS. 

“Biasanya rencana transaksi pasar modal bisa disetujui, bisa tertunda, bahkan tidak terlaksana karena tidak disetujui,” kata Nadira.

ADRO mengatakan perseroan akan menawarkan 99,99% saham AAI atau 7 miliar lembar saham yang dimiliki langsung oleh perseroan.

Manajemen ADRO juga mengumumkan akan membagikan dividen sebelum spin-off selesai. Rincian rasio dividen menunggu persetujuan pemegang saham pada agenda RUPSLB 18 Oktober 2024.

Mempertimbangkan kemungkinan IPO Adaro Andalan Indonesia

Rudiyanto, Direktur Manajemen Aset Panini, menjelaskan salah satu alasan penjualan ADRO ke AAI adalah upaya go green untuk mendapatkan akses pembiayaan yang lebih baik. Rudiyanto mencatat, AAI menyumbang sekitar 52,9% dari total aset bahkan 89,4% pendapatan dan 104,8% laba bersih ADRO. 

Menurut dia, mekanisme penjualan saham AAI menarik karena terbuka kemungkinan penawaran umum perdana AAI. Jika opsi ini dilaksanakan, pemegang saham ADRO akan mendapat kuota berlangganan untuk membeli saham AAI.

Namun ADRO tidak menjelaskan berapa persentase saham AAI yang akan dilepas untuk IPO tersebut. Rudiyanto juga menjelaskan, mengacu pada aturan pasar saham, minimal saham IPO adalah 10%. Jika perlu, pemegang saham lama dapat membeli sisa 90% sahamnya sesuai dengan tarif pemesanan. 

Rudiyanto mencatat, modal disetor AAI sebesar Rp 21,9 triliun senilai US$2,45 miliar atau Rp 37,45 triliun. Dalam kondisi normal non-IPO, jika ADRO menjual AAI senilai Rp37,45 triliun, maka ADRO akan memperoleh keuntungan sebesar Rp15,5 triliun dan akan dikenakan pajak penghasilan badan progresif sebesar 22% atau Rp3,4 triliun.

Sementara itu, dengan adanya IPO dan mempertimbangkan kepemilikan ADRO di AAI menurut ekuitas sebesar USD 2,72 miliar atau Rp 41,6 triliun, maka ADRO akan dikenakan pajak pendiri sebesar 0,5% atas Rp 208 miliar. 

Kemudian ADRO menjual AAI kepada pemegang saham baru melalui bursa senilai USD 2,45 miliar atau Rp 37,45 triliun dengan PPh final 0,1% senilai Rp 37,4 miliar. Jadi pajak yang harus dibayar ADRO saat menjual AAI melalui mekanisme IPO ini berjumlah total Rp 245,4 miliar.

Menurut Rudiyanto, nilai Rp37,45 triliun tentu bukan angka yang kecil. Untuk membantu pemegang saham ADRO membeli AAI, ADRO kemungkinan akan membagikan dividen yang besar.

Ia juga menghitung, jika penjualan AAI senilai Rp37,45 triliun seluruhnya dibiayai oleh dividen, maka setara dengan dividen sekitar Rp1.170 per saham. Artinya pemegang saham bisa menggunakan dividen tersebut untuk membeli saham AAI tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.

“Tapi kalau skenarionya tidak seperti ini, pembayarannya bisa lebih kecil,” ujarnya.

Rudiyanto menegaskan, angka perhitungan tersebut masih bersifat perkiraan atau belum pasti. Menurut dia, biaya IPO masih lebih tinggi dan jika kisaran harga IPO berbeda maka angka perhitungannya pun berbeda lagi.

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang diakibatkan oleh keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel