Bisnis.com, JAKARTA – Badan Jasa Keuangan (OJK) menilai persaingan pasar asuransi umum bidang asuransi kredit dan penjaminan menghambat pertumbuhan industri lembaga penjaminan.

Abitani Taim, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), menjelaskan asuransi kredit adalah asuransi terhadap barang yang dipertanggungkan atau nyawa peminjam. Obligasi, sebaliknya, sebenarnya merupakan produk industri obligasi.

Namun setelah ada putusan MK, diperbolehkan menjual ke perusahaan asuransi umum. Karena jaminannya sudah lama dijual ke perusahaan asuransi, kata Abitani seperti dikutip Bisnis, Minggu (22/9/2024). .

Sekadar informasi, sejak diterbitkannya UU Sekuritas, perusahaan asuransi umum tidak lagi dianggap memasarkan efek atau produk sekuritas. Namun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2020, perusahaan penjaminan dan asuransi dapat menjalankan bidang usaha penjaminan.

Selain itu, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Negara juga memperbolehkan perusahaan asuransi untuk melakukan penjaminan. Landasan hukum asuransi umum untuk dapat memasarkan jaminan/jaminan di bidang usaha juga diperkuat dengan UU P2SK Jo. POJK nomor 20 tahun 2023.

“Persaingan akan lebih baik jika yang dimaksud dengan persaingan adalah kompetensi, kompetensi dan pelayanan. Perusahaan atau perusahaan penjaminan mempunyai harapan yang sama,” kata Abitani.

OJK menilai situasi tumpang tindih antara industri obligasi dan pasar asuransi umum ini sebagai salah satu penghambat pertumbuhan industri obligasi di Indonesia. Terbatasnya laju pertumbuhan industri surat berharga tercermin dari rasio jumlah surat berharga yang beredar terhadap PDB Indonesia.

OJK mencatat, meski pemerintah telah menerapkan sistem penjaminan utang sejak tahun 1970, namun peran sistem penjaminan utang sebenarnya kurang baik, jika melihat rasio beredar obligasi terhadap PDB pada tahun 2023 yang hanya sebesar 2,6%. Sebaliknya, negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia memiliki pangsa yang lebih tinggi, yaitu masing-masing sebesar 3,8% dan 51,1% pada tahun 2022.

Sebaliknya, jika membandingkan premi asuransi kredit dan biaya jasa penjaminan (IJP), OJK memperkirakan biaya asuransi dan penjaminan kredit pada tahun 2023 akan mencapai Rp30,76 triliun, sedangkan IJP perusahaan penjaminan hanya sebesar Rp7,92. triliun. Dengan kata lain, premi asuransi pinjaman 3,88 kali lebih tinggi dibandingkan perusahaan penjaminan IJP.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA