Bisnis.com, Jakarta – Bank Ekonomi Rakyat (BPR) mencatat penurunan kualitas kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau disebut NPL pada tujuh bulan pertama tahun 2024 yakni Juli 2024 meningkat menjadi . 

Sementara itu, pihak berwenang telah mencabut izin operasional 15 bank karena kualitas kredit yang buruk. 

Baru-baru ini OJK resmi mencabut izin operasional bank gagal yakni PT Bank Per Ekonomi Rakyat (BPR) Natur Primadana Capital. Pencabutan izin ini ditetapkan dengan Nomor KEP-70/D.03/2024 Tanggal 13 September 2024 Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK.  

Berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang diterbitkan OJK, rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat menjadi 11,49% pada Juli 2024, dengan nominal NPL sebesar Rp16,71 triliun. Total kredit macet juga mencapai Rp 11 triliun, meningkat 25,12% (y/y).

Sementara pada periode yang sama tahun lalu atau Juli 2023, NPL BPR masih berada di angka 9,79% dengan nominal NPL sebesar Rp13,35 triliun. Sedangkan total kredit macet saat itu sebesar Rp 8,87 triliun.

NPL BPR juga mengalami penurunan bertahap sejak awal tahun 2024 yaitu sebesar 10,25% pada Januari 2024, kemudian 10,55% pada Februari, disusul Maret, April, Mei, dan Juni 2024. 11,2%? 11,37% dan 11,39%.

Teddy Alamsyah, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Ekonomi Rakyat Indonesia (Perbarindo), mengatakan rasio NPL meningkat akibat dampak pandemi yang terjadi belum lama ini. Bahkan, kata Teddy, banyak BPR yang baru melakukan penyesuaian kebijakan di akhir masa tenggang.

“Saya kira butuh waktu, seiring dengan meningkatnya kredit, tentu rasio NPL akan membaik,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (22/09/2024).

Menurutnya, seluruh pelaku industri BPR mempunyai semangat yang sama untuk terus meningkatkan kinerjanya baik secara kuantitas maupun kualitas. Bahkan, dia optimistis rasio NPL industri BPR bisa turun di bawah 8%.

Di sisi lain, Dian Adiyana Rae, CEO Pengawasan Perbankan OJK, memperkirakan BPR akan menghadapi berbagai tantangan di tahun mendatang, mulai dari dinamika perekonomian global dan domestik, hingga pesatnya adopsi teknologi informasi dalam skala besar, yang transformasinya akan berdampak. Perilaku masyarakat, harapan dan kebutuhan terhadap jasa keuangan dari bank, termasuk BPR/S. 

“Selain itu, BPR juga menghadapi persaingan yang semakin ketat, khususnya dalam penyaluran kredit atau pembiayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah [UKM],” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/09/2024).

Oleh karena itu, dalam menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR/S diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang lebih besar untuk mempertahankan kinerja dan kelangsungan hidupnya.

Dalam pengembangan industri BPR/BPRS, OJK sendiri telah menerbitkan roadmap yang terdiri dari empat pilar utama yaitu penguatan struktur dan daya saing, percepatan digitalisasi BPR, penguatan peran BPR di daerahnya, juga penguatan regulasi, perizinan. pengamatan.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA