Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) FX Sugiyanto mendukung Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencabut Undang-Undang (UU) no. 11/2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja Terkait Pangan.

Menurutnya, pemerintah harus mengubah kebijakan pangan. Sebab, peraturan yang ada saat ini sangat liberal dan tidak mencerminkan kebijakan pangan itu sendiri.

“Cabut dan kembalikan ke undang-undang pangan yang semula [UU 18/2012] Jika selama ini kebijakan pangan dimaknai sebagai kebijakan beras, maka hal ini juga harus diubah. Jika kita menginginkan kesetaraan, kita harus berubah,” ujarnya dalam debat tersebut. Tentang Penguatan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan: Tugas Pemerintahan Prabowo-Gibran, Minggu (22/9/2024) 

Tanpa alasan Pasal 1 UU No. 11/2020 pasal 1 pasal 7 mengatur bahwa ketersediaan pangan merupakan syarat tersedianya pangan yang berasal dari produksi nasional. Cadangan pangan nasional dan impor pangan

Sedangkan undang-undang aslinya, UU No. 18/2012, ditetapkan bahwa ketersediaan pangan merupakan syarat tersedianya pangan yang berasal dari produksi nasional dan cadangan pangan nasional. Termasuk impor Apabila kedua sumber utama tersebut tidak dapat memenuhi permintaan impor, 

Jadi pemerintahan Prabowo punya harapan dan tekad, kalau Prabowo bisa. Artinya komitmennya benar-benar terbukti, kata FX Sugiyanto.

Prabowo mendorong ketahanan pangan salah satunya melalui Pangan.

Dalam pemaparannya, Sugiyanto menilai petani adalah basis ketahanan pangan. Memperbaiki struktur pendapatan petani Harus ada perubahan sistem ketahanan pangan dengan mengubah kebijakan pangan.

Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kepemilikan tanah kurang dari 2.000 meter atau tergolong sangat rendah yakni 40%.

Sedangkan petani Guren dengan luas lahan kurang dari 5.000 meter mencapai 62,14%.

Oleh karena itu, ketahanan pangan melalui diversifikasi sumber pangan menjadi salah satu pilihan, seperti sage atau sorgum.

Sukiyanto menegaskan, ketahanan pangan bukan hanya soal beras. Indonesia perlu melakukan perubahan dan perluasan baik itu sagu, sorgum atau sumber karbohidrat lainnya.

“Mie instan diciptakan 30 tahun yang lalu dan semua orang merancangnya dengan otak masing-masing. Ibarat pengganti nasi adalah mie. Dan itu terjadi. Itu hanya akan terjadi ketika (sagu dan sorgum) ada kebijakan pangan yang jelas. “, dia menjelaskan.

Sementara itu, pemerintah telah memberikan alokasi khusus untuk ketahanan pangan. Anggaran ketahanan pangan tahun ini sebesar Rp 114,3 triliun. Sedangkan tahun depan diperkirakan bernilai Rp 124,4 triliun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.