Bisnis.com, JAKARTA — Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menarik utang baru senilai Rp775,87 triliun pada tahun pertama pemerintahannya atau pada 2025.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 dalam rapat paripurna Kamis (19/9/2024) pagi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang turut membantu penyusunan APBN 2025 menjelaskan, terdapat rencana pembiayaan utang pada 2025 senilai Rp 775,87 triliun, yang berarti pemerintahan Prabowo harus menagih utang tersebut pada tahun pertama.

“Pembiayaan utang senilai Rp775,9 triliun telah dikelola secara hati-hati, hati-hati, dan berkelanjutan, dengan risiko tetap berada dalam batas yang terkendali,” kata Sri Mulyani pada konferensi Raripurna.

Dibandingkan dengan rencana pemerintah dalam nota keuangan dan RAPBN tahun 2025 yang diumumkan pada 16 Agustus, angka tersebut tidak mengalami perubahan.

Sementara itu Bandingkan dengan rencana pembayaran utang tahun ini sebesar Rp 553,1 triliun. Angka ini meningkat menjadi 40,2% sehingga mencapai Rp 222,8 triliun.

Jika dilihat pada tahun 2020, tahun pertama pemerintahan kedua Jokowi, saat itu presiden telah menarik utang senilai R1.229,6 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rencana produksi tahun pertama yang dicanangkan Prabowo. Karena penyebaran COVID-19 terjadi pada saat itu Akibatnya, produksi utang meningkat.

Hingga 31 Juli 2024, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan pinjaman pelunasan utang sebesar Rp266,3 triliun dari tren sebesar Rp553,1 triliun. Termasuk penerbitan SBN senilai R253 triliun. dan pinjaman senilai 13,3 triliun rupiah.

Sementara itu Pembiayaan tahun 2025 sebesar R775,9 triliun itu diperoleh melalui penerbitan pinjaman senilai R133,31 triliun. dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 642,56 triliun.

Adapun pinjaman Pemerintah diperkirakan akan mengandalkan kredit dalam negeri sekaligus senilai hingga Rp 128,13 triliun. Pinjaman luar negeri diperkirakan bernilai Rp5,17 triliun.

Sementara itu Pembiayaan utang yang diberikan SBN akan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SUN) dan Surat Berharga Negara Syariah. (SBSN)/Sukuk Negara

Kebutuhan pembayaran utang tidak hanya untuk membiayai APBN saja, namun pengelolaan utang juga ditujukan untuk mendukung perkembangan pasar keuangan dalam negeri.

Pemerintah memandang utang tidak hanya sebagai alat pemenuhan kebutuhan APBN, namun juga sebagai penggerak kebijakan untuk menciptakan pasar keuangan dalam negeri yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien.

Dalam hal pengelolaan utang Pemerintah menegaskan akan terus fokus pada prinsip kehati-hatian. Selalu mendorong keharmonisan fiskal. dan memperhatikan kelemahan risiko fiskal.

Pemerintah akan menjaga rasio utang terhadap PDB sebesar 60% dan defisit APBN sebesar 3% terhadap PDB, dengan target defisit tahun depan sebesar 2,53% atau setara dengan sekitar Rp616,19 triliun.

Terkait hal itu, Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menyetujui rencana penarikan utang tersebut. Namun ada satu hal yang perlu diperhatikan.

“DPR menyetujui usulan pemerintah untuk menjadikan BMN [Harta Negara] sebagai aset acuan SBSN Rp384,79 miliar terbitan 2025,” kata Ketua Banggar Said Abdullah dalam rapat tersebut. Pembiayaan/Penerbitan Utang Baru 2020—2025

Sumber : Catatan Keuangan Buku II beserta RAPBN 2025

* jam tangan

**RUU APBN 2025

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.