Bisnis.com, Jakarta – Perumahan merupakan kebutuhan utama manusia, baik itu tanah maupun tanpa tanah, apapun bentuk dan ragamnya. Bagi sebagian orang, harga semakin tidak terjangkau dan menjadi pengeluaran terbesar sepanjang hidup mereka.

Untuk menghindari hal tersebut, industri perbankan kini menawarkan sejumlah fasilitas KPR dengan jangka waktu panjang hingga 30 bahkan 35 tahun. Strategi ini sepertinya cocok bagi generasi muda yang masih memiliki pendapatan terbatas.

Faktanya, terdapat banyak perdebatan mengenai lamanya periode ini, dan beban bunga kumulatif tentu akan lebih tinggi. Namun, ini adalah pilihan terbaik ketika memiliki properti sulit bagi banyak anak muda.

Dari perspektif makroekonomi, industri hipotek di negara ini, yang memiliki korelasi besar dan efek tetesan ke bawah (trickle-down effect) dengan industri pendukung lainnya, masih memberikan kontribusi yang terbatas terhadap PDB. Menurut data CEIC, pinjaman perumahan hanya menyumbang 3% dari PDB Indonesia, masih lebih rendah dibandingkan Thailand sebesar 22,3% dan Malaysia sebesar 38,4%.

Aktor politik, termasuk BI, terus mencermati persoalan ini. Selain itu, sektor kredit atau pembiayaan real estate mempunyai dampak yang signifikan terhadap perekonomian. Misalnya, tahun lalu BI memperkenalkan paket Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi bank-bank yang memberikan pinjaman real estat dalam jumlah besar. Kabar baiknya adalah kebijakan KLM akan berlanjut tahun ini, namun dengan beberapa penguatan.

Pilihan terhadap sektor real estat masuk akal mengingat rata-rata risiko kredit selama empat tahun terakhir relatif kecil yaitu sebesar 3%-4%, tidak termasuk utang padat karya dan modal. Sejalan dengan itu, pertumbuhan penjualan di sektor residensial mengalami percepatan yang relatif signifikan, terutama sejak pandemi.

Apalagi berdasarkan data tahun lalu, pertumbuhan KPR sangat menjanjikan dengan rata-rata pertumbuhan year-on-year sebesar 12%, yang merupakan tertinggi sejak tahun 2019.

Dari segi durasi dan ukuran 5 tahun, KPR ukuran sedang (>21-70) memiliki pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan KPR kecil (≤21) dan besar (>70) terkendali. Pandemi ini telah diatasi. Saat ini ketiganya berangsur membaik dengan kenaikan berturut-turut sebesar 8,42% YoY, 47,43% YoY, dan 18% YoY.

Menariknya, Generasi Y, atau Milenial (rentang usia 20-40), mencakup 72% dari seluruh pinjaman rumah dan tampaknya lebih menyukai properti berukuran menengah hingga besar. Data juga menunjukkan bahwa kelompok usia ini memiliki risiko kredit macet yang lebih rendah (1,61%) dibandingkan generasi lainnya (Baby Boomers 1,96%, X 2,09%).

Hal ini mungkin menjadi asumsi bahwa generasi muda milenial sebenarnya mampu membeli rumah asalkan menggunakan sistem KPR dengan bijak. Industri perbankan dan keuangan juga perlu mengelola ceruk pasar ini secara khusus dengan menawarkan paket pembiayaan yang berbeda. Dividen demografi yang berkualitas secara ekonomi seharusnya mampu mempercepat pertumbuhan KPR di masa depan dan tidak menutup kemungkinan adanya pergeseran minat kepada generasi muda (Gen Z). terus berkembang

Melihat data Riset Harga Real Estate Perumahan (SHPR) terbaru BI, penjualan real estate residensial pada triwulan IV tahun 2023 meningkat sebesar 3,27% year-on-year, tren penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang meningkat sebesar 6,59% year-on-year. -pada tahun. ada. Jumlah penjualan perumahan diperkirakan akan tetap kuat di masa depan.

Selain itu, jumlah KPR diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2024, mengingat 75,89% dari total pembelian rumah dibiayai melalui program KPR.

Data terbaru yakni Survei Konsumen 2024 mendukung asumsi tersebut. Salah satu komponen survei tersebut adalah Indeks Pembelian Barang Tahan Lama yang mencakup real estat pada Maret 2024 sebesar 111,4, naik dari bulan sebelumnya sebesar 110,6.

Kenaikan suku bunga dasar (BI rate) menjadi 6,25% pada April tahun ini juga diperkirakan akan terus mendukung kuatnya pertumbuhan kredit perumahan. Hal ini berdasarkan data historis periode 2021-2023, kenaikan suku bunga BI pada tahun 2022 Tahap II justru menyebabkan tren penurunan suku bunga KPR (5,93% untuk suku bunga tetap, 5,93% untuk suku bunga tetap, suku bunga variabel. adalah 7,8% (akhir tahun 2023).

Di sisi finansial, sistem kebijakan KLM mendorong sektor perbankan untuk berperan aktif dalam mengarahkan pinjaman dan kredit ke sektor-sektor yang sinergis seperti real estate. Insentif likuiditas berupa relaksasi Giro Wajib Minimum (GWM) di BI dimaksudkan untuk memberikan tambahan likuiditas bank yang nantinya akan dilunasi dalam bentuk pinjaman atau pinjaman.

Berdasarkan data April 2024, realisasi KLM Royal Dutch Airlines akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 81 triliun sehingga total stimulus mencapai Rp 246 triliun. Pada akhir tahun 2024, tambahan likuiditas KLM Royal Dutch Airlines diperkirakan mencapai Rp 115 triliun dan total insentif sebesar Rp 280 triliun.

Tak mau kalah, pemerintah juga mengkatalisasi peningkatan pembelian kepemilikan rumah melalui kebijakan perpajakan berupa insentif melalui Pajak Pertambahan Nilai Provinsi (PPN-DTP) atas pembelian properti senilai hingga Rp. 5 miliar. Kedua langkah kebijakan tersebut diyakini mampu menopang pertumbuhan industri KPR di tengah pengetatan suku bunga bank sentral.

Untuk berita dan artikel lainnya, lihat Google Berita dan saluran WA.