Bisnis.com, JAKARTA – GSMA memperkirakan penetrasi teknologi generasi kelima (5G) akan tumbuh pesat pada tahun 2030 di Asia Pasifik. Namun, pertumbuhan ini belum bisa menggantikan 4G, yang diperkirakan akan terus menurun seiring terkikisnya 5G. 

Pada akhir tahun 2024 hingga 2030, GSMA memperkirakan penggunaan 4G akan menurun dari 72% menjadi 50%. Sementara itu, 5G meningkat dari 10% pada tahun 2024 menjadi 45% pada tahun 2030.

Dalam laporan bertajuk The Economic Asia Pacific 2024, GSMA memperkirakan pada akhir tahun 2024, 5G akan mencakup sepertiga atau lebih dari total koneksi seluler di lima negara Asia Pasifik, yakni Australia, Jepang, Selandia Baru, Singapura, dan Korea Selatan. 

Sementara itu di negara-negara gelombang kedua, khususnya India dan Thailand, perluasan jaringan 5G yang pesat telah menyebabkan peningkatan penggunaan yang pesat. 

Namun, banyak operator lain di kawasan ini yang akan terus memprioritaskan peningkatan kapasitas 4G di wilayah perkotaan dan memperluas jangkauan ke wilayah yang kurang terlayani dalam jangka pendek hingga menengah. 

Hasilnya, 4G akan tetap menjadi teknologi dominan di kawasan ini pada tahun 2030, meski dengan gap yang jauh lebih kecil dengan 5G dibandingkan saat ini, tulis laporan GSMA, dikutip Kamis (12/9/2024). 

Indonesia

Sementara di Indonesia, penetrasi jaringan 5G Indonesia akan mencapai 32% pada tahun 2030. Dalam waktu 6 tahun akan meningkat drastis atau dari 3% pada tahun 2024.  

Penetrasi 5G Indonesia lebih tinggi dibandingkan Bangladesh (21%), namun masih kalah dibandingkan India (49%), Filipina (46%) dan juga rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik mencapai 45% pada tahun 2030 menurut laporan tersebut. bertajuk Perekonomian Asia-Pasifik 2024. 

Head of APAC GSMA, Julian Gorman mengatakan, pertumbuhan 5G tidak lepas dari posisi Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara. Industri di Indonesia harus bersaing secara global untuk ekspor dan investasi.

“Di seluruh dunia, 5G merevolusi cara sektor industri yang menjadi jantung pertumbuhan Indonesia dan dapat memberikan peningkatan produktivitas ekonomi yang kuat,” kata Julian.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Internet of Things Indonesia (Asioti) Teguh Prasetya, melalui upaya kolektif, Indonesia dapat memanfaatkan potensi penuh 5G dan teknologi seluler lainnya untuk mendorong inovasi, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan peluang ekonomi baru bagi semua.

Prasetya juga menekankan bahwa transformasi digital ini akan memberikan solusi yang lebih baik di industri seperti pertanian dan kesehatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat Indonesia. 

Melihat ke depan, Teguh menegaskan kembali visi jangka panjangnya untuk Indonesia dan menekankan pentingnya inklusivitas dalam revolusi digital. 

“Tujuan kami adalah memastikan setiap daerah di Indonesia mendapatkan manfaat dari kemajuan ini, mulai dari pusat kota hingga pelosok. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan makmur, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,” kata Teguh. . 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel