Bisnis.com, JAKARTA – Anggaran pendidikan dikhawatirkan berkurang ratusan triliun triliun jika diputuskan dengan menggunakan acuan pendapatan, bukan belanja negara.
Dekan Departemen Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto melihat jika belanja wajib sebesar 20% untuk pendidikan berbasis uang, maka pengurangan anggaran menjadi suatu keharusan.
“Tentu anggaran pendidikan akan berkurang banyak. Hitungan saya anggaran pendidikan berkurang sekitar Rp 124 miliar,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, jika pemerintah melanggar anggaran, maka pemerintah tidak akan mengurangi gaji guru atau atasan. Namun ruang lingkup program pendidikan dan pelatihan tersebut akan ditetapkan di kementerian yang berbeda.
Saat ini, berdasarkan kalkulasi bisnis, hanya melalui simulasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, anggaran pendidikan yang menggunakan referensi belanja sebesar Rp3.325,1 triliun memiliki porsi sebesar Rp665 triliun.
Jika kita mengacu pada pendapatan tetap sebesar Rp 2.802,3 miliar, berarti pendidikan hanya mendapat sebagian dari Rp 461,8 triliun. Mengurangi lebih dari Rp 200 triliun.
Di lain waktu, ekonom Center for Economic Reform (COR) Joseph Randy Manlet menyadari sebenarnya banyak pertimbangan untuk pendidikan jumbo. Mulai dari manajemen yang lemah, daya serap yang rendah, hingga fokus pada iuran guru tanpa meningkatkan kualitas lembaga atau pendidikan.
Namun anggaran pendidikan yang menurut undang-undang sebesar 20% dari belanja negara, harus tetap masuk dalam rencana dukungan pemerintah berikutnya.
Artinya, belanja paksa itu semacam pengingat untuk meningkatkan kualitas anggaran tanpa penghapusan. Selain itu, saya kira tidak jelas apakah besaran anggaran pendidikan diubah berdasarkan dan uang, katanya.
Faktanya, pemerintah harus menggunakan belanja wajib untuk mendukung peluang peningkatan infrastruktur, kualitas guru dan pendidikan baru, terutama di daerah tertinggal.
Yusuf menegaskan fakta bahwa dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan pendapatan masih rendah dibandingkan pertumbuhan belanja. Yang dikhawatirkan, jika dialokasikan berdasarkan persentase pendapatan, maka pendapatan anggaran bisa lebih kecil.
Melihat prediksi hingga akhir tahun ini saja, Kementerian Keuangan optimistis penerimaan negara dari pajak yang menjadi penyumbang utama tidak akan mencapai target. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan ke depan anggaran pendidikan akan jauh lebih kecil.
Sebelumnya, dalam rapat kerja (raker) dan Badan Anggaran, Menteri Keuangan Sri Muliani Indravati mengusulkan pembahasan perubahan anggaran belanja wajib dan anggaran pendidikan.
“Kita bahas, beginilah APBN dikendalikan dan mengikuti hukum, karena 20 persen pendapatan kita untuk pendidikan,” ujarnya.
Lihat berita dan cerita lainnya di Google Berita dan Channel WA