Bisnis.com, JAKARTA – Secara historis, kasus cacar atau yang dikenal dengan cacar monyet jarang terjadi di luar Afrika. Namun secara global, kasus tersebut mulai meningkat secara signifikan pada Mei 2022. 

Menanggapi meningkatnya jumlah infeksi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan epidemi ini sebagai darurat global, menyoroti penyebaran virus yang cepat dan potensi konsekuensi kesehatan yang serius.

Vinod Balasubramaniam, dosen mikrobiologi di Geoffrey Chee School of Medicine and Health Sciences di Monash University, Malaysia, mengulas fakta tentang mpoxvirus.

Menurut dia, dinamika penyebaran virus Monkeypox menyebar melalui beberapa cara, termasuk penularan dari manusia ke manusia sebagai yang paling signifikan.

Penularan ini biasanya terjadi melalui kontak langsung dengan luka atau cairan tubuh orang yang terinfeksi, terutama saat melakukan hubungan seksual.

Virus cacar monyet juga dapat ditularkan melalui tetesan air liur (droplet) selama kontak pribadi yang berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi. Selain itu, permukaan benda yang terkontaminasi juga dapat menjadi mediator penyebaran virus monyet.

Ini adalah jenis penularan virus yang paling rentan dari hewan ke manusia. Penularan ini sering terjadi melalui kontak langsung dengan hewan yang tidak disadari tertular, seperti hewan pengerat atau primata, terutama di daerah yang manusianya sering mengonsumsi daging hewan buruan.

Bahkan, ada laporan virus cacar air ditularkan dari ibu ke janin. Sejak wabah Mei 2022, epidemiologi atau pemahaman impoxvirus telah berubah.

Diketahui, kejadian MPox meningkat secara signifikan pada pria yang memiliki hubungan intim dengan sesama jenis, sehingga memicu dinamika penularan.

Beberapa gejala Imox antara lain demam, pembesaran kelenjar getah bening, dan ruam kulit yang khas.

Meskipun cacar air tidak seberbahaya cacar air, namun cacar air tetap menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan orang lanjut usia. Pengobatan dan pencegahan

Strategi vaksinasi mpox berbeda secara signifikan antara kedua spesies, Clade I dan Clade II, karena perbedaan tingkat keganasan, dinamika penularan, dan kondisi wabah.

Jenis impoks Clade I yang endemik di Afrika Tengah memiliki tingkat kematian yang secara historis lebih tinggi hingga 10% dan bersifat zoonosis (hewan ke manusia) dibandingkan manusia ke manusia.

Sebaliknya, II. clade, terutama pada subtipe IIa dan IIb, angka kematiannya lebih rendah, sekitar 3,6%. Namun virus jenis ini dapat menyebabkan pandemi global mulai tahun 2022, yang sebagian besar menyebar melalui kontak antar manusia, terutama saat berhubungan intim.

Program vaksinasi clade I berpihak pada kelompok berisiko di daerah endemis, dan strateginya adalah memberikan vaksin sesegera mungkin setelah terinfeksi.

Langkah ini diambil karena parahnya virus jenis tersebut. Vaksin seperti JYNNEOS dan ACAM2000 diharapkan dapat memberikan perlindungan silang terhadap Clade I, meskipun efikasi spesifiknya masih terbatas.

Pendidikan kesehatan masyarakat tentang penyebaran penyakit zoonosis juga penting untuk mencegah wabah. II. di Strategi vaksinasi lebih agresif, terutama untuk IIb. di mana vaksin seperti JYNNEOS didistribusikan di daerah non-endemik yang menargetkan laki-laki sesama jenis serta kelompok berisiko tinggi lainnya.

Selain itu, upaya pencegahan dilakukan sebelum dan sesudah kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, didukung oleh upaya global untuk membangun stok vaksin dan mendistribusikannya secara adil, khususnya di Afrika yang persediaan vaksinnya terbatas.

Meskipun JYNNEOS dan ACAM2000 menunjukkan kemanjuran terhadap Clade II, di mana JYNNEOS mampu memberikan perlindungan 100% pada percobaan primata, data mengenai kemanjurannya terhadap Clade I masih terbatas.

Perawatan antivirus seperti Teco Virimat juga terbukti tidak efektif, sehingga menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut mengenai pengobatan yang efektif untuk cacar air. Wabah terkini dan respons global

Infeksi cacar di daerah non-endemis menimbulkan kekhawatiran mengenai kesiapan sektor kesehatan masyarakat setempat.

Banyak negara, termasuk Australia, telah meningkatkan pengawasan dan memperluas pendidikan kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah potensi wabah virus impox.

Penetapan penyakit cacar oleh WHO sebagai keadaan darurat global menggarisbawahi pentingnya mengurangi potensi penyebaran penyakit yang cepat, terutama di antara kelompok orang dengan kekebalan rendah, karena penghentian program vaksinasi cacar.

Secara khusus, mengingat rendahnya kekebalan terhadap virus ortopox di Australia, peningkatan kewaspadaan diperlukan untuk mencegah masuknya infeksi dari monyet, khususnya selama perjalanan internasional.

Laporan terbaru menunjukkan bahwa epidemi cacar terus menyebar ke seluruh dunia, dengan kasus baru bermunculan di banyak negara, termasuk Eropa dan Amerika. 

Kemunculan strain mpox Clade I yang lebih ganas baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa penyakit ini dapat menjadi epidemi global, khususnya di kawasan Indo-Pasifik.

Virus jenis ini menyebabkan angka kematian dan penularan yang lebih tinggi dan mulai menyebar ke beberapa negara, termasuk Swedia dan Indonesia.

Oleh karena itu, WHO telah menyatakan situasi tersebut sebagai darurat global yang memerlukan perhatian serius dari masyarakat umum.

Lebih dari 15.600 infeksi dan sekitar 500 kematian telah dilaporkan pada tahun 2024, sebagian besar terjadi di Republik Demokratik Kongo, yang menunjukkan betapa parahnya penyakit ini.

Kawasan Indo-Pasifik, dengan kapasitas kesehatannya yang saling terhubung dan bervariasi, mungkin menghadapi risiko serius jika penyebaran virus ini tidak dapat diatasi.

Munculnya impoxvirus Clade I di luar Afrika, seperti yang terjadi di Swedia, menunjukkan bahwa virus ini dapat dengan mudah melintasi batas negara sehingga menjadi ancaman bagi negara-negara yang infrastruktur kesehatan masyarakatnya tidak memadai.

Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel