Bisnis.com, Jakarta – Instabilitas perekonomian global diperkirakan masih berlanjut pada paruh kedua tahun 2024. Perang yang semakin meluas di kawasan Timur Tengah, serta peperangan dan gejolak di kawasan Eropa Timur tidak ada habisnya. Hal ini dapat berdampak pada terganggunya aktivitas perekonomian di Inggris dan Bangladesh.

Risiko resesi dan meningkatnya pengangguran di Amerika Serikat, serta suku bunga yang diperkirakan masih tinggi hingga akhir tahun 2024, membuat perekonomian global semakin tidak menentu dan dapat mempengaruhi perekonomian dan industri keuangan Indonesia.

Dari dalam negeri, daya beli masyarakat yang belum membaik dan permasalahan likuiditas perbankan dapat menghambat ekspansi operasional perbankan sehingga berdampak pada rendahnya pertumbuhan perbankan di masa depan.

Agar dapat bertahan dan mendapatkan kepercayaan masyarakat, perbankan di Indonesia harus menjaga kinerja keuangan bank agar tetap sehat dan kuat. Pencapaian kinerja keuangan yang baik dan kuat merupakan hal penting agar perbankan dapat bertahan dan berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Bank Umum

Bank merupakan lembaga perantara dan masyarakat masih mempercayai mereka untuk mengelola keuangan negara. Kinerja bank secara keseluruhan pada H1/2024 masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan, namun pertumbuhan pendapatan terlihat tidak sebaik periode sebelumnya.

Pada Mei 2024, bank umum masih mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 12,3%, namun pertumbuhan dana pihak ketiga hanya sebesar 8,6% sehingga dapat mempengaruhi risiko likuiditas perbankan.

Perburuan dana pihak ketiga antar bank semakin meningkat dan dapat memicu perang suku bunga antar bank. Meski tidak sebesar kinerja laba tahun lalu, namun bank umum mencatatkan peningkatan laba bersih.

Perlambatan kinerja keuangan perbankan pada semester I-2024 juga mulai terlihat pada indikator kinerja keuangan perbankan. Perbankan melaporkan penurunan CAR, ROA dan NIM, meskipun dari sisi permodalan bank masih terlihat kuat dengan CAR di atas 20% dan BOPO melaporkan peningkatan yang dapat menurunkan profitabilitas bank.

Di sisi likuiditas, LDR juga tampak mengetat seiring dengan kenaikannya. Penjepitan LDR juga berada dalam rentang toleransi 78%-92%.

Untuk melihat kinerja bank umum berdasarkan kategori banknya atau biasa disebut kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI). Di antara Bank KBMI 1 atau bank yang modal intinya kurang dari Rp6 triliun, terlihat Bank KBMI 1 masih mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 3,9%, namun terjadi penurunan modal bank pihak ketiga sebesar 0,15%. Dari sisi pendapatan, Bank KBMI 1 melaporkan penurunan pendapatan sebesar 62,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Bank KBMI 1 melaporkan penurunan keuangan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan CAR tercatat pada Mei 2024, namun CAR Bank KBMI 1 masih di atas 30%. Menurunnya laba Bank KBMI 1 juga berdampak pada menurunnya indeks ROA dan disebabkan oleh tingginya biaya BOPO pada tahun yang sama yang mencapai 95,3%.

Likuiditas perbankan KBMI 1 juga mencatatkan peningkatan LDR meskipun masih dalam batas normal regulator yaitu LDR berkisar antara 78%-92%. NIM Bank KBMI 1 juga mengalami penurunan sebesar 10,9% pada tahun 2024 yang turut berkontribusi terhadap profitabilitas perbankan grup Bank KBMI 1.

Di Bank KBMI 2, bank dengan modal inti Rp 6 triliun—Rp. 14 triliun, kita melihat peningkatan kinerja yang nyata dibandingkan Bank KBMI 1. Pada Bank KBMI 2, kredit yang disetujui meningkat sebesar 14,7%, disusul dana pihak ketiga sebesar 11,9% dan laba bersih bank KBMI 2 meningkat sebesar 26,4. % Bank KBMI dibandingkan 1. periode yang sama tahun lalu.

Untuk Rasio Keuangan Bank KBMI 2, CAR mengalami penurunan namun tetap sebesar 37,3%. ROA masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,1% dan BOPO turun menjadi 90,43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. NIM pada Bank KBMI kelas 2 juga meningkat sebesar 2,39% dan LDR sedikit meningkat namun masih dalam batas toleransi regulasi. Bank KBMI 2 tampil lebih kuat dibandingkan Bank KBMI 1 dari sisi permodalan.

Pada Bank KBMI 3, modal saham bank tersebut minimal Rp 14 triliun – Rp 70 triliun. Bank pada kategori ini masih melaporkan pertumbuhan, namun pertumbuhan kinerja keuangannya belum sebaik KBMI 2. Ekspansi kredit tumbuh sebesar 10%, namun belum ada pertumbuhan seimbang dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga yang hanya tumbuh sebesar 6,5%. % KBMI 3 Laba bank turun 4,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena BOPO lebih dari 90%.

Rasio keuangan Bank KBMI 3 menunjukkan penurunan CAR sebesar 4,26% dan penurunan kinerja ROA sebesar 10,3%. Di sisi lain, BOPO masih meningkat sebesar 3,69%, NIM menurun sebesar 5,75%, dan LDR meningkat menjadi 89,56%.

Pada Bank KBMI 4, bank dengan modal inti melebihi Rp 70 triliun menunjukkan kinerja yang relatif stabil dibandingkan tahun lalu, namun masih terdapat kesenjangan pertumbuhan antara kredit dan modal pihak ketiga. Penyediaan kredit meningkat sebesar 14,6% dan dana pihak ketiga hanya meningkat sebesar 10,9%. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, laba bersih bank mengalami peningkatan.

Rasio kinerja keuangan Bank KBMI 4 menunjukkan modal tetap pada kisaran 22%-23%, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan rasio permodalan bank KBMI 1 terhadap bank KBMI 4.

Bank KBMI 4 mencatatkan penurunan CAR sebesar 5,86% dan ROA sebesar 1,38%. BOPO meningkat sebesar 8,08%, namun BOPO Bank KBMI 4 masih lebih efisien dibandingkan bank kelompok KBMI lainnya. LDR Bank KBMI 4 meningkat sebesar 3,38% menjadi 84,23% namun masih dalam rentang toleransi LDR sebesar 78%-92% yang ditetapkan regulator.

Secara keseluruhan, perbankan Indonesia masih terlihat kuat dari sudut pandang permodalan dan likuiditas perbankan, namun kehati-hatian diperlukan terhadap volatilitas global. Dampaknya semakin ketatnya persaingan pendanaan pihak ketiga. Kerja sama

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah cepat dan strategis untuk mengantisipasi dampak volatilitas global terhadap industri perbankan. Apabila gangguan keuangan menimpa industri perbankan, khususnya bank sistemik, maka dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional.

OJK menerbitkan POJK 5 Tahun 2024 pada tanggal 27 Maret 2024 yang bertujuan untuk mencapai stabilitas sistem keuangan yang kuat melalui pengembangan dan penguatan sektor keuangan di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

POJK 5 Tahun 2024 mewajibkan bank untuk berpartisipasi aktif dalam mengantisipasi gangguan keuangan yang menimpa banknya, yaitu dengan membuat rencana aksi pemulihan dan melaporkan kepada OJK sebagai bentuk pencegahan dan komunikasi dini kepada regulator.

Bank juga harus memiliki pedoman recovery action plan yang dapat menjadi pedoman bagi bank untuk melakukan tindakan pencegahan agar kepercayaan terhadap industri perbankan tetap terjaga. Dalam aturan tersebut, bank wajib melakukan penambahan modal melalui penambahan modal bank yang dilakukan melalui langkah primer, yakni kategori banking bucket.

Penguatan perbankan melalui pendekatan regulasi dapat memperkuat industri perbankan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.

Dari sisi internal bank, menjaga kinerja positif bank serta memperkuat permodalan dan likuiditas merupakan isu utama yang perlu mendapat perhatian.

Harus ada kerjasama yang berkesinambungan antar pemangku kepentingan perbankan mulai dari pemilik, regulator, manajemen, pegawai dan nasabah bank demi kelancaran usaha bank.

Pemilik bank hendaknya mendukung penguatan permodalan bank, otoritas pengatur melalui regulasi memperkuat fungsi pengawasan yang efektif terkait operasional perbankan dan risiko sistemik operasional perbankan, manajemen mengarahkan operasional perbankan agar berjalan dengan baik sesuai dengan rencana strategis yang dibuat.

Pegawai mendukung kebijakan yang dibuat dan menjaga kualitas kerja bank dan nasabah mempercayai bank sebagai organisasi perantara dan agen pembangunan yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.

Lihat berita dan artikel lainnya di saluran Google Berita dan WA