Bisnis.com, JAKARTA – Dinamika Pemilu Amerika Serikat (AS) yang mempertemukan Donald Trump dan Kamala Harris dinilai berdampak pada pasar modal Indonesia.
Chief Economist dan Investment Strategist PT Manulife Asset Management Katarina Setiawan membeberkan perubahan kebijakan Donald Trump dan Kamala Harris yang merupakan calon presiden AS saat ini jika memenangkan pemilu.
Ia mengatakan, dalam pemilu AS mendatang akan terjadi banyak dinamika dan sangat dinamis.
Menurut dia, saat ini jajak pendapat pendahuluan menunjukkan perolehan suara kedua kandidat sangat tipis dan reaksi pasar tentu akan bergantung pada kebijakan masing-masing calon presiden.
“Kalau dari Kamala kemungkinan besar status quo. Jadi pasar mungkin lebih familiar dengan apa yang dilakukan Biden selama ini. Mungkin Kamala akan meneruskannya,” ujarnya, saat ditanya awak media dalam Webinar, Rabu (14/8/2021). 8/2024).
Sementara itu, ia menjelaskan jika Trump terpilih, menurutnya kebijakannya akan sama populernya dengan saat Trump menjadi presiden, yakni kebijakan yang lebih fokus ke Amerika.
“Dan ini sudah terlihat di masa lalu ketika Trump menjadi presiden. Ada kejutan-kejutan jangka pendek. Tapi secara keseluruhan selama pemerintahan Trump banyak terjadi keributan,” katanya.
Ia menilai pada masa pemerintahan Trump sebenarnya menghindari perang. Memang sangat dinamis dan perolehan suaranya sangat kencang.
Selain itu, ia melihat siapa pun yang menang, kebijakan kedua calon presiden akan sangat dibatasi oleh kondisi anggaran AS.
“Jadi seperti APBN, anggarannya berapa? Kemudian tentu saja The Fed yang independen juga akan sangat berhati-hati dan mengambil kebijakan yang lebih menguntungkan pasar keuangan dalam hal penurunan suku bunga,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini juga akan berdampak positif terhadap imbal hasil Treasury Amerika, sehingga siapa pun yang menang sepertinya kondisi atau kebijakan moneternya sudah lebih menguntungkan.
Seperti diketahui, perkembangan terkini menunjukkan Joe Biden mundur dari pencalonannya, kemudian digantikan oleh Partai Demokrat oleh Kamala Harris, untuk melawan Donald Trump dari Partai Republik pada pemilu yang akan digelar pada November 2024.
Target IHSG 2024
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan, pasar saat ini diwarnai kekhawatiran resesi AS. Investor resah terhadap prospek perekonomian AS, termasuk tingkat pengangguran yang masih tinggi dan inflasi yang belum mereda.
Seperti diketahui, tingkat pengangguran di AS berada di luar ekspektasi para ekonom dunia. Statistik AS mencatat tingkat pengangguran pada Juli naik menjadi 4,3%. Meski proyeksinya hanya di level 4,1%.
Hal ini menyebabkan pasar saham dunia merespons negatif laporan merah pengangguran di AS.
Sukarno mengatakan, jika resesi terjadi di AS maka akan berdampak pada pasar saham global, termasuk IHSG. Karena bisa menyebabkan turunnya permintaan global akibat melambatnya perekonomian Amerika, kata Sukarno kepada Bisnis.com, Jumat (9/8/2024).
Kemudian capital flight terjadi karena pelaku pasar biasanya menarik dananya dari pasar saham yang dianggap berisiko. Dengan demikian, akan terjadi penurunan aliran modal asing yang dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan melemahkan IHSG.
“Ketika terjadi arus modal asing keluar atau net sell, biasanya saham-saham berkapitalisasi besar dan perbankan diincar asing,” kata Sukarno.
Menurut Sukarno, sebelumnya IHSG sempat menyentuh target skenario penurunan sebesar 6.896 dan level terendah IHSG tahun ini adalah 6.698 sejak Juni 2024. Jika skenario resesi dan IHSG bisa tersentuh, kemungkinan indeks bisa mencapai level tersebut. tingkat 6950.
Sedangkan untuk skenario bullish, dimana tidak ada resesi dan The Fed berpeluang memangkas suku bunga, indeks bisa saja menguat. Setelah itu, jika IHSG mampu menguji level resistance 7.354, ada kemungkinan indeks akan melanjutkan tren naiknya menuju sasaran di 7.576 dan 7.835.
Pada perdagangan hari ini, Rabu (14/8/2024) pukul 15.20 WIB, IHSG terlihat menguat 1,02% atau 75,40 poin hingga diperdagangkan pada 7.432,04. Sementara itu, IHSG membukukan penguatan year-to-date (YtD) sebesar 2,22%.
____________
Penafian: berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel