Bisnis.com, JAKARTA – Penyedia jasa penerbangan PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) melaporkan kenaikan harga bahan bakar jet atau minyak serta beberapa beban lainnya yang menyebabkan peningkatan bisnis. Akibatnya, CMPP mencatatkan total kerugian hingga Rp1,29 triliun.
Direktur Urusan dan Kebijakan Indonesia AirAsia Indonesia Eddy Krismeidi Soemawilaga mengatakan biaya penerbangan sangat mahal. Banyak dari sumber daya berharga ini tersedia di berbagai kementerian termasuk Kementerian Energi dan Mineral yang menangani masalah perminyakan, Kementerian Keuangan yang menangani pajak dan bea masuknya, serta Kementerian Perdagangan dan Perindustrian yang menangani pembuatan suku cadang.
“[Biaya] Bahan bakar atau minyak penerbangan merupakan bagian utama dari biaya pesawat sebesar 35%-40%,” kata Eddy dari Bisnis, Kamis (8/8/2024).
Mengutip laporan keuangan publikasi, pada semester I 2024, pendapatan operasional CMPP mencapai Rp 4,46 triliun, naik dari Rp 3,30 triliun pada semester I 2023.
Saham tersebut menguat seiring kenaikan harga minyak menjadi Rp 1,77 triliun dari sebelumnya Rp 1,39 triliun. Berikutnya pemeliharaan dan perbaikan tercatat Rp770 miliar, penerbangan Rp493,34 miliar, dan seterusnya.
Kemudian, krisis keuangan kembali meningkat menjadi Rp215,24 miliar dibandingkan semester I 2023 sebesar Rp169,24 miliar.
Sedangkan CMPP melaporkan pendapatan operasional sebesar Rp3,78 triliun, lebih tinggi dibandingkan semester I/2023 sebesar Rp3,04 triliun.
Dengan meningkatnya beban usaha dan kerugian selisih kurs sebesar Rp393,05 miliar, mengakibatkan kerugian sementara yang dialami pemilik induk organisasi tercatat sebesar Rp1,29 triliun. Bahkan pada periode yang sama tahun lalu, CMPP hanya melaporkan kerugian sekitar Rp 174,80 miliar.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel