Bisnis.com, JAKARTA –- Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menggabungkan Direktorat Jenderal Pajak, Bea dan Cukai dengan Badan Pajak Negara untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB. Namun Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan bahwa pembentukan badan baru ini perlu direncanakan dengan sangat hati-hati.

Dalam dokumen terbarunya, IMF mengatakan restrukturisasi semacam ini bisa sangat mahal jika tidak direncanakan dengan matang. Dikutip IMF, Minggu (11/8/2024): “Rencana pembentukan Otoritas Pajak Negara harus disusun dengan hati-hati karena restrukturisasi tersebut bisa memakan biaya yang besar.”

IMF menekankan pentingnya pemerintah Indonesia mengatasi kesenjangan mendasar dalam administrasi perpajakan untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah. Pengalaman internasional menunjukkan peningkatan aspek-aspek utama administrasi perpajakan – seperti manajemen risiko kepatuhan, penggunaan data pihak ketiga, digitalisasi, perluasan basis wajib pajak dan kepegawaian – merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan ini.

Organisasi yang melapor ke Bank Dunia ini juga menganggap target yang dipilih pemerintah untuk meningkatkan pendapatan hingga 23% PDB adalah hal yang sangat ambisius. Oleh karena itu, IMF menekankan perlunya reformasi kebijakan perpajakan yang ambisius, selain implementasi penuh Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan.

Selain itu, organisasi utang internasional negara-negara anggota juga meminta pemerintah untuk memperbarui Strategi Pendapatan Jangka Menengah (MTRS) pada tahun 2017, termasuk memperkuat pajak langsung dan tidak langsung serta meminimalkan kebocoran insentif pajak, agar lebih tepat sasaran. Langkah selanjutnya dalam mencapai target tarif pajak adalah dengan meninjau pengeluaran pajak.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, nilai insentif perpajakan Indonesia pada tahun 2022 sebesar Rp 323,5 triliun atau setara dengan 1,65% PDB, meningkat 4,4% dibandingkan tahun 2021, mencapai Rp 310,0 triliun atau 1,83% PDB. . IMF mendorong pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa insentif dan pengecualian pajak tetap terbatas untuk mencegah erosi basis pajak dan memastikan peningkatan pendapatan pajak dalam jangka menengah.

Namun, sebelum Laporan Keuangan dan RAPBN 2025 dirilis, baik pemerintah saat ini maupun terpilih belum membeberkan rencana rinci pembentukan Badan Pendapatan Negara.

Pada Selasa (3/3), dalam pertemuan investor di Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, diketahui bahwa Prabowo sedang mencari calon manajer Badan Penagih Utang Negara. “Pak Erick [Menteri BUMN], Pak Darmawan [Direktur Utama Bank Mandiri], Pak Kartika [Wakil Menteri BUMN], Pak Khatib [mantan Menteri Keuangan], beri tahu saya siapa yang akan menjadi Dirjen Pajak,” kata Prabowo.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel